Thursday, November 20, 2014

Ravelt Part 1

Cerita berikut telah dipost pada: http://battle-of-realms.blogspot.com
Link cerita: http://battle-of-realms.blogspot.com/2014/04/round-1j-ravelt-tardigarde.html
Untuk pengenalan entri karakter bisa dilihat pada: http://battle-of-realms.blogspot.com/2014/03/ravelt-tardigarde.html

[Round 1-J] Ravelt Tardigarde
"Declaration of War"
Written by Harid Ziran
---

Prelude
 Apa aku salah?? pertanyaan – pertanyaan mulai timbul dikepalanya.
Apa….apa yang telah kulakukan?Kenapa…….seperti ini??Dimana salahku?Apakah membunuh dewa yang menyebabkan penderitaan kepada manusia adalah sebuah kesalahan??
Apakah ini yang namanya hukuman Tuhan?

“Kalau memang ini hukuman Tuhan…..” Ravelt bangkit, berdiri, lalu menyeka air matanya.
“Biar aku yang menanggungnya sendiri..”

Recreate.


Disuatu tempat yang entah dimana, terlihat seseorang sedang tidur bersandar pada sebuah batu besar. Ia memakai kemeja putih, celana hitam, dan sepasang sepatu van tofel berwarna hitam mengkilap. Dipundaknya juga terlihat sebuah jubah merah berbulu, yang tampak agak mewah. Tak ada yang menyadari keberadaan orang itu. Perlahan-lahan ia membuka matanya yang terpejam, terbangun dari tidurnya. Kemudian ia mengambil tongkat emasnya yang daritadi memang diletakkan disebelahnya. Ia menatap kearah langit, termenung.

Pada akhirnya, aku tetap tidak bisa menyelamatkanmu, Alice.
———————————————TO ACT I———————————————

Act I

Ravelt’s part

Ravelt berdiri, menatap daerah sekitarnya. Ia masih merasa asing ditempat yang tidak ia ketahui. Dua jam telah berlalu sejak ia dipindahkan kedunia ini oleh salah satu Hvyt untuk bertarung melawan peserta lain.

“Jadi pada akhirnya aku dipermainkan oleh dewa untuk menjaga agar dia tidak bosan?? Haahhh…… sudah berapa kali ini terjadi??” Ravelt menggerutu. Baginya yang semasa hidupnya telah berkali-kali melawan berbagai macam dewa , kemudian mati hanya untuk menghilangkan kebosanan dewa lain adalah sebuah lelucon yang buruk.

“Tapi, apakah benar ia yang menyebabkan kehancuran pada hari itu?? Kalau dilihat-lihat dari kekuatannya, sepertinya tidak mungkin. Dan lagi, ia bilang bahwa semua yang ada disana adalah jiwa yang dipadatkan. Tidak dapat disadari oleh makhluk lain, akan tetapi dapat mempengaruhi kegiatan fisik mereka secara langsung. Bagaimana mungkin ini terjadi? Ditambah lagi, tempat ini……dari kelihatannya ini bukan tempat biasa, seperti dunia yang sudah berada dalam ambang kehancuran dan bahkan ada monster dimana-mana……untung mereka tidak bisa melihatku. Tapi, bagaimana mungkin aku bisa menyentuh mereka?? Ahhh, ini semua membingungkan!!” Ravelt menggerutu sambil menggaruk kepalanya.

Kemudian, ia melihat seekor harimau merah gelap berloreng hitam pekat dikejauhan sedang menoleh kearahnya.

“Ahh….. kalau saja aku masih hidup, pasti harimau itu masuk daftar koleksi.” Ravelt menghela nafasnya. Sedetik kemudian, harimau itu terbang dan berlari kearahnya. Ravelt membiarkannya, menganggap harimau itu sedang berlari mengincar target yang lain. Akan tetapi, perkiraanya salah.

“Eh…”

Begitu mendekati Ravelt, harimau itu langsung menancapkan taringnya ke lengan kirinya sedalam mungkin. Baru saja Ravelt menyadari apa yang sedang terjadi, semuanya sudah terlambat.

Sebuah anak panah melesat, menembus paha kanannya dan tertancap disana. Disusul kemudian, dua buah anak panah lainnya mengarah tubuhnya dan mengincar kepalanya. Akan tetapi keduanya meleset. Yang satu melenceng jauh dari tubuhnya, yang satunya lagi hanya menggores pipi kanannya.

“Divine Access!!” 

Aura keemasan melapisi tubuhnya. Ravelt lalu menggunakan pukulannya untuk mengusir sang harimau merah. Menyadari bahwa dirinya terancam bahaya, sang harimau mengelak dan melepaskan gigitannya dari Ravelt, sambil meloncat mundur beberapa langkah.

“Aku baru saja bangun dari tidur dan sudah mengalami ini? Hmph…sial sekali….” Ravelt menatap harimau itu dengan tajam. Lengan kirinya terluka parah. Ia tahu bahwa ia sedang berhadapan dengan orang yang ingin menghabisi nyawanya.

 “Keluarlah!! Jangan hanya bersembunyi dibalik batu dan menyerang seperti seorang pengecut! Kalau kau memang seorang pemberani, hadapi aku satu lawan satu!!”

Ravelt berteriak untuk memprovokasi lawannya meskipun tahu bahwa provokasinya tidak akan berpengaruh apapun. Tanpa diduga, seseorang berteriak dari belakangnya.

“Sialaaaan!! Bilang apa kau tadi!!!?”

Dari balik bebatuan, seseorang yang memakai jubah berwarna merah dengan wajah yang ditutupi oleh masker gas muncul dan langsung menerjang ke arahnya. Panah yang tadi dipegangnya, dilempar entah kemana.

“Heeee………provokasiku bekerja ya? Ah, ya sudahlah.” Ravelt keheranan. Bagaimana mungkin provokasi kelas tiga seperti tadi membuat marah orang yang barusan ingin membunuhnya.

“Ini akan menjadi pertarungan jarak dekat kan?” Ravelt memasang kuda-kuda. Panah di pahanya telah ia cabut, dan kedua lukanya sudah ia bekukan dengan es. Senyum jahat menghiasi wajahnya. Tampaknya ia akan mempermainkan musuh didepannya.

———————————

Andhika’s part

Andhika marah besar. Ubun-ubunnya memanas. Bagaimana tidak? Baru saja dirinya dikatakan sebagai seorang pengecut yang kerjanya hanya menyerang dari balik batu. Apalagi, orang yang menjadi targetnya dalam pertarungan ini berlagak sombong. Benar-benar tipe orang yang paling ia benci.

“Mati kau keparat!!” Andhika mendekat, pisau bergelombang tinggi sudah ia cabut dari sarungnya dan sekarang, ia bersiap untuk menikam musuhnya. Saat pisaunya hampir menyentuh musuhnya…..

Orang itu mengelak dari tebasannya. Kemarahan Andhika bertambah,  ia sudah tidak sabar ingin menghabisi orang didepannya. Serangan bertubi-tubi ia lancarkan, berbagai macam tebasan maupun tusukan juga telah ia lakukan. Kanan, kiri, kiri, kanan, atas, bawah, kanan, kanan, bawah, kiri, atas, kiri, kiri. Namun, tetap tak ada satupun yang mengena.

“Jadi kemampuanmu hanya segini saja? Ayolah, ini tidak menyenangkan sama sekali.” orang itu menjauh beberapa langkah dari jangkauan pisau Andhika.

“Diam kau! Dari tadi bisanya hanya menghindar terus!” jawab Andhika dengan penuh emosi.

“Hoho…..bukannya itu berarti kau yang lemah?” orang itu tertawa kecil.

“KURANG AJAR!! Eza!!” Andhika berteriak penuh emosi, sambil memanggil harimau merahnya. Namun yang terjadi berikutnya diluar dugaan.

“Terlambat.”  orang itu menghentakkan kakinya, dan tiba-tiba sebuah menara air keluar dari tanah, mengenai Eza dengan telak. Eza terjatuh, tidak bisa bergerak.

BUAAAKKKK!!
Sebuah tendangan mendarat tepat dibagian dada Andhika, sehingga ia terpental sejauh 30 meter, menabrak sebuah batu besar sekaligus menghancurkanya. Ia merasa, tulang rusuknya pasti sudah patah dan kalau bukan karena eksoskeleton yang ia pakai sudah pasti ia tidak akan selamat.

———————————

Conclusion

“Ahh……dia sekarat.” Ravelt memandang kearah Andhika yang sudah terpental jauh menabrak batu besar.

Andhika masih bergerak. Ia menggerakkan tangannya, mencoba memanggil harimaunya.

“E….za…..EZA!!” dengan suara terbata-bata, Andhika memanggil Eza.

Eza bangkit, kemudian terbang melesat cepat kearah tuannya. Sementara Ravelt bergerak mendekati Andhika.

“Dasar bodoh! Kalau saja kau tetap bersembunyi dibalik batuan dan terus memanahinya seperti tadi, kita sudah menang sekarang!”

“Diam kau dasar binatang sialan! Kalau kau daritadi bertarung membantuku, aku tidak akan menjadi seperti ini! Sekarang angkat aku! Kita akan menggunakan itu!”

“Berhenti memerintahku seperti itu! Kalau memang itu maumu baiklah, posisi kita juga sudah terdesak.” balas Eza.

Kemudian Eza merendahkan punggungnya untuk memudahkan tuannya menaikinya. Dalam hati ia geram, ingin segera mencabik-cabik tuan tidak sopannya ini akan tetapi, yang terutama baginya sekarang adalah bertahan hidup dari serangan musuh didepannya.

“Ehhh…… harimau itu bisa bicara??” Ravelt terkejut.

Kemudian Eza terbang setinggi-tingginya, sambil ditunggangi oleh tuannya. Sementara Ravelt hanya diam memandangi mereka berdua. Bisa dibilang itu memang kebiasaan buruknya, menunggu sesuatu datang.

“MATILAH KAU!!!” Andhika berteriak, hingga suaranya terdengar oleh Ravelt yang berada dibawah.

Ravelt hanya diam, masih melihat kearah atas. Saat itulah ia melihat sebuah objek ditembakkan dari tubuh Eza.

“Eh…..bukannya itu….misil?”

Saat tiba mengenai target yang dituju, misil itu meledak dan menghasilkan sebuah lubang hitam berdiameter sangat besar yang menghancurkan dataran disekitarnya. Dalam sekejap, daerah bebatuan tersebut disulap menjadi sebuah kawah raksasa.

“Hahahahahaha! Eza! Lihat itu! Aku sudah berhasil membunuhnya!” Andhika bersorak kegirangan. Sementara Eza diam tidak menjawab, mungkin karena kelelahan.

“Membunuh siapa?” keberadaan Ravelt dibelakang mengejutkan Andhika, yang mengira ia sudah mati. Ditambah lagi, tak ada luka sedikitpun ditubuh Ravelt.

“K..Kau….”

“Kenapa bisa? Aku bisa mengontrol ruang. Yang kulakukan hanyalah memindahkan ruang tempatku berada ditambah dengan pengendalian angin agar bisa berada disini. Itu saja.”

“Ti..tidak mungkin…..hal seperti itu hanya bisa dilakukan oleh….” Eza, dengan nada bicara seolah terkejut, mengomentari perktaan Ravelt.

“Dewa kan?” Jawab Ravelt “Karakter sampingan seperti kalian, seharusnya mati.”

Andhika hanya bisa diam . Tubuhnya kaku, tidak mau bergerak. Tampaknya ia sudah terjebak dalam keputusasaan, dihadapan orang yang kekuatannya melebihi logika pikirannya.

“Selamat tinggal.” Ravelt berkata sambil mengayunkan tongkatnya. Seperti biasa, sebuah senyum jahat menghiasi wajahnya.

BLAAAAAAARRRRRR!!!
Sebuah kilat menyambar dengan dentuman keras, menghabisi sang harimau merah dan tuannya tanpa bekas.

“Fiuh, itu tadi pertarungan yang lumayan.” Gumam Ravelt, saat dirinya mendarat di pinggiran kawah.

“Oh ya, tadi aku lupa menanyakan siapa dia….ya sudahlah..” Ia tampak sedikit kecewa.

“Far Sight.” Ravelt mengaktifkan kekuatannya, melihat jauh untuk mencari peserta lain.

“Ah, disana ada satu.”

———————————————TO ACT II———————————————

Act II

Kuzunoha’s part

Baikai Kuzunoha. Setengah demon, hasil perkawinan antara manusia dan demon. Pekerjaan sehari-harinya adalah membasmi demon yang mengganggu manusia, jadi berhadapan dengan demon baginya sudah seperti camilan sebelum sarapan pagi. Tapi kali ini, yang ia hadapi bukanlah demon yang biasanya.

“Mati kau!! Heaaahhhhh!!!” seorang laki-laki yang memakai jubah hitam-putih mengayunkan pisaunya tepat diatas kepala Kuzunoha.

Tapi…
Clang!!
Kuzunoha berhasil menangkisnya, dengan Masakado - pedang miliknya. Melihat kesempatan menyerang, ia tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Kuzunoha balas maju menyerang. Tebasan demi tebasan, ia lancarkan kepada musuh didepannya.

Satu kali, tebasannya mengenai tangan kiri musuhnya. Dua kali, ia menebas bagian kaki, ia yakin bahwa otot tendonnya pasti terpotong. Tiga kali, Kuzunoha melakukan tebasan di tubuh musuhnya, sebuah serangan dari bawah kanan menuju kebagian kiri atas yang meninggalkan luka yang cukup dalam.

Menerima serangan itu, lelaki itu meloncat kebelakang  sampai diluar jangkauan pedang Kuzunoha. Lukanya sembuh total, yang tersisa dari tebasan musuhnya hanyalah sisa-sisa darah yang meninggalkan jejak dibajunya.

“Kau…..bisa regenerasi ya?? Sudah kuduga, kau pasti demon” Kuzunoha bertanya.

“Hei-hei….. jangan seenaknya menilai orang dari penampilan.” balas orang itu.

“Claude! Cepat kau habisi dia! Aku merasa kalau ini diteruskan sepertinya akan menjadi berbahaya.” suara yang sepertinya suara perempuan keluar dari tas ransel yang dibawa oleh orang itu.

Kuzunoha berhenti sejenak. Ada sesuatu yang ingin ia pastikan.

********
3 menit yang lalu
Sniff…..
“Bau ini, seperti bau mayat.” Kuzunoha mencium sesuatu yang tidak beres. Sudah sekitar dua jam ia ditransfer kedunia yang penuh dengan lubang, monster, dan benda jatuh ini, namun ia belum menemukan peserta lain sama sekali. Kemudian ia berpapasan dengan seorang lelaki berjubah hitam-putih ditengah hutan.

“Hei kau, apa yang didalam tas itu?” Kuzunoha bertanya pada lelaki itu dengan penuh kecurigaan.

“Kau….bisa melihatku??  Berarti kau peserta lain kan?” tiba-tiba, lelaki itu mencabut sebuah pisau jagal dari pinggangnya dan mengincar leher Kuzunoha.  Tetapi dengan sigap Kuzunoha berhasil menangkisnya, dengan mengeluarkan pedangnya.



“Kau……!” Kuzunoha  menatap tajam lelaki bermata hijau itu.
“Makin cepat kita saling membunuh, semakin cepat pula permainan ini selesai, iya kan?”
********

“Maaf agak terlambat, tapi siapa namamu?” Kuzunoha bertanya dengan kehati-hatian.

“Claude, Claude Higglfigr. Sedangkan yang didalam ransel itu istriku, Claudia Neuntzmann. Kalau kau?”

“Kuzunoha, Baikai Kuzunoha.”

“Kuzunoha ya? Baiklah kalau begitu.” Claude memutar pisau ditangannya.

“Sebelum kita melanjutkan ini, aku ingin bertanya. Siapa kalian sebenarnya?” Kuzunoha bertanya lagi.

“Hmm……mungkin kami disebut Dullahan.”

“Dullahan?” Kuzunoha berpikir keras. Seingatnya Dullahan adalah nama demon tanpa kepala.

“Berarti kalian demon sungguhan.” sambung Kuzunoha.

Whuuush
Kuzunoha tiba-tiba melesat maju menerjang Claude, sementara Claude dalam posisi bertahan.
Clang!!
Suara benturan besi menggema ditengah hutan, pertanda bahwa “permainan” kematian mereka telah dimulai.

———————————

Claude & Claudia’s part

Claude masih dalam posisi bertahan, menangkis serangan Kuzunoha yang datang bertubi-tubi. Sepertinya ia kesulitan untuk membalas serangan dikarenakan jarak jangkau senjata yang sangat berbeda.

Clang!
Masih dalam posisi bertahan, akan tetapi pertahanan Claude mulai goyah. Claude memilih untuk melangkah mundur, karena setiap serangan Kuzunoha semakin kuat dan cepat.


Clang!Clang!

Pertahanan Claude terbuka lebar. Tepat saat itu, Claude tidak bisa lagi melangkah mundur karena sebuah pohon besar menghalangi jalannya. Tanpa ragu, Kuzunoha langsung menerjang ke arah Claude.

Entah karena sebuah keberuntungan atau apa, saat Kuzunoha maju menerjang Claude, sebuah batu seukuran bola kelereng ikut terpental tepat di depan pedang Kuzunoha. Menyadari kesempatan emas ini, Claude menukar batu tersebut dengan batang pohon yang berada dalam jarak pandangnya dan membuat tebasan pedang Kuzunoha meleset dari jalurnya.

Memanfaatkan situasi tersebut, Claude berhasil meloncat kesamping kanan dan menghindari serangan fatal dari Kuzunoha dan bahkan berhasil menebas lengan kiri Kuzunoha yang memegang pedang. Kuzunoha yang masih kebingungan dengan apa yang barusan terjadi, hanya bisa melihat kearah Claude yang berhasil menghindari serangannya.

“Barusan itu apa?” Tanya Kuzunoha dengan wajah penasaran.

“Tentu saja rahasia. Memangnya kau pikir akan ada orang yang memberitahu kemampuannya pada musuhnya dengan cuma-cuma?” jawab Claude. Ia tidak tahu kalau barusan ditempat lain ada orang bodoh yang memberitahu kekuatannya secara cuma-cuma, walaupun setelah itu musuhnya langsung lenyap tak berbekas.

 “Claude, ganti aku! Cepat, kita tidak boleh menghabiskan waktu kita disini. Masih ada tiga lagi yang harus kita hadapi!” Claudia berteriak dari dalam ransel.

“Baiklah, tapi hati-hati… kemampuan berpedangnya mengerikan.” Jawab Claude.

 “Mereka dapat bertukar kepala?” Kuzunoha menerjang kembali, mencoba menyerang mereka sebelum penggantian kepala selesai. Tapi sayang, sebelum Kuzunoha mencapai tempat mereka berdua, penggantian kepala mereka sudah selesai.

“Hm..”

Kaki kanan Kuzunoha tiba-tiba terasa berat, tidak dapat digerakkan. Kuzunoha langsung terjatuh, dan bersamaan dengan itu, sebuah pisau jagal mengarah tepat ke kepalanya.

———————————

Conclusion

[Claustroclaucht]

Singkatnya, sebuah kemampuan untuk memanipulasi ruang. Menukar posisi objek, mengubah orientasi suatu benda, atau bahkan menciptakan suatu ruang tersendiri yang dapat digunakan sebagai pertahanan ataupun penguncian gerakan musuh dan baik Claude maupun Claudia, menguasai kemampuan ini. Dan sekarang….

“Metatron!!”

Kuzunoha memanggil salah satu demonnya. Rupanya ia sudah menarik tube yang berisikan magnetite saat ia terjatuh tadi. Sesosok makhluk yang berbentuk seperti malaikat muncul dan langsung menangkis serangan dari Claudia.

“Tch……” Claudia terpaksa mundur. Aksinya untuk mengakhiri pertarungan dengan sekali serang gagal.

Metatron mulai maju, dan menyerang Claudia dengan kemampuan mengendalikan anginnya secara bertubi-tubi. Claudia terpaksa melawan, dengan kemampuan yang ia miliki.

“Claustroclaucht!” Claudia membuat ruang dan mengunci semua alat pergerakan Metatron. Melihat Metatron tidak bisa menyerang, Claudia langsung maju dan menebasnya. Tapi ia lupa satu hal.

Kuzunoha, yang dari tadi berada dibelakang Metatron mengitari area pertarungan dan berhasil menebas bagian belakang Claudia. Dua tebasan, itulah jumlah serangan yang Kuzunoha lakukan dari belakang. Satu untuk menebas kepala Claude yang berada didalam ransel, dan satu lagi untuk membelah kepala Claudia menjadi dua.

“Ah…..” Claudia terkejut, menyadari bahwa ia sudah tamat. Memang sudah tak ada lagi yang bisa ia lakukan setelah kepalanya terbelah menjadi dua. Claudia bingung, bagaimana mungkin ia, dan Claude lengah terhadap hal seperti ini. Mereka berdua adalah orang yang telah berhasil mengelabui kematian. Dan sekarang mereka dijemput oleh kematian, lagi.

———————————————TO FINAL ACT———————————————

Final Act

Deismo’s part

[Duster’s Experiment: Impure Spiritual Mutated Organism]

Atau biasa dipanggil Deismo. Ia terlihat murung, dibenteng milik penciptanya, Duster. Masalahnya , Duster sudah mati sehingga setengah dari tujuannya untuk mengikuti Battle of Realms hilang. Satu jam yang lalu, setelah ia melihat benteng Duster yang dalam keadaan porak-poranda dan kosong, ia segera pergi menuju kesebuah desa dimana orang yang ingin ia lindungi tinggal.

“Masih tidak apa-apa…” katanya. Setelah itu, ia mencoba masuk kedalam sebuah bar, dan mendengarkan percakapan orang-orang untuk mencaritahu apa yang menyebabkan Duster mati.

Setelah semua ia rasa cukup, ia memutuskan untuk kembali ke benteng Duster, sambil menunggu peserta lainnya. Saat itulah seorang laki-laki berambut pirang yang membawa tongkat emas datang.

“Woah! Ada hantu!! Besar sekali!! Mau menjadi koleksiku??” laki-laki itu bertanya.

Duster hanya terdiam. Menurut yang ia ketahui dari makhluk merah yang mengaku dewa tadi, yang hanya bisa melihat wujudnya hanyalah sesama peserta, di permainan bertahan hidup ini.

“Jadi disini kalian rupanya.” Seorang laki-laki yang memakai jaket dan penutup dahi muncul dari balik bayangan hutan. Deismo meningkatkan kewaspadaannya.

“Hei, apa kalian berdua….” laki-laki itu melanjutkan bicaranya. Deismo segera bersiap-siap, udara disekitarnya menjadi dingin. Sementara laki-laki berambut pirang tampak tenang-tenang saja.

“Mau camilan??”

“Eh…?”

“Apa…??”

Sebuah pertanyaan tak terduga keluar dari mulut laki-laki yang memakai jaket itu.

30 menit kemudian.

“Oh, jadi kau dilahirkan disini dan kau mutan, begitu??”

“Ya.”

“Jadi kau bukan demon? Hampir saja aku mengayunkan pedang untuk membunuhmu.”

Tidak ada yang tahu kenapa jadi begini, tapi beberapa menit kemudian mereka sudah duduk santai diatas benteng sambil menikmati camilan dan mint tea dan berceloteh tentang berbagai hal. Dari pembicaraan mereka, Deismo tahu yang berambut pirang bernama Ravelt Tardigarde, sedangkan yang berjaket dan memakai penutup dahi adalah Baikai Kuzunoha.

“Ahh…… camilan ini rasanya enak sekali….” Kata Ravelt sambil mengunyah camilan Kuzunoha.

“Mint tea-mu enak juga, dan gelas ini bagus.” Kuzunoha menimpali.

“Tentu saja, semua itu kan barang di daftar koleksiku….Deismo, kau tidak mau mencobanya?” tanya Ravelt.

“Aku tidak makan makanan manusia.” Deismo menjawab dengan suara pelan.

 “Begitu ya? Sayang sekali…..” wajah Kuzunoha terlihat kecewa, mungkin karena camilannya tidak dimakan.

“Kau baru saja melewatkan kesenangan dalam hidup.” Ravelt mengomentari sambil memasukkan camilan lain kedalam mulutnya, ia cepat sekali menghabiskan camilannya.

“Oh, ya….. lanjutkan ceritamu, kenapa pemilik benteng ini mati?” Kuzunoha berusaha mengembalikan topik pembicaraan mengenai masa lalu Deismo. Deismo melanjutkan ceritanya.

Prak
Ravelt menjatuhkan camilannya. Wajahnya pucat pasi, menunjukkan bahwa ia sangat terkejut. Dari matanya, terlihat bahwa ia memikirkan sesuatu, yang ada jauh di dalam ingatannya.

———————————

Last part

Ravelt terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh Deismo, tentang bagaimana Duster mati.

Sekumpulan orang datang, setahun yang lalu. Jumlah mereka sekitar 200 orang.
Orang-orang itu terdiri dari berbagai ras.
Mereka dipimpin oleh pasangan kakak-beradik perempuan, yang memiliki rambut ungu dan tanduk dikepalanya.
Mereka membawa sebuah bendera berwarna putih, dengan lambang dua dunia yang dililit oleh seekor naga emas dengan mahkota diatasnya, dan dibawahnya bertuliskan sesuatu yang tak dapat dipahami disini sama sekali.
Mereka bilang dunia mereka sudah hancur, dan raja mereka tidak diketahui keberadaannya.
Setelah beberapa bulan tinggal disini, kedua kakak-beradik itu berhasil memimpin seluruh penduduk desa terbuang untuk melawan Duster.
Para penduduk desa dan orang-orang itu berhasil menang dan lepas dari cengkraman Duster untuk selama-lamanya.
Akan tetapi sang kakak mati dalam perjuangan itu, sementara adiknya koma.
Jumlah mereka juga turun menjadi sepuluh orang.
Para penduduk sangat menghormati sang kakak, dan akhirnya mereka menguburkannya disuatu tempat dekat desa.

“Soal tulisan di bendera yang mereka bawa, aku tidak tahu apa, tapi besar kemungkinan petunjuk darimana mereka berasal ada disana.” Deismo melanjutkan.

“Itu membuatku penasaran.” Kuzunoha menimpali.

In our king we believe, so the heavens door shall open.” Ravelt mengucapkan sesuatu.

“Apa?” Deismo terheran-heran, tidak mengerti apa yang dimaksud oleh Ravelt. Kuzunoha juga hanya diam mempehatikan.

“Itulah yang tertulis di bendera mereka.” Ravelt menjawab.

“Bagaimana mungkin kau bisa yakin?” Kuzunoha bertanya.

Ravelt kemudian mengambil camilannya yang terjatuh, kemudian memakannya juga menghabiskan sisa mint tea-nya. Lalu Ravelt berdiri, membelakangi Kuzunoha dan Deismo. Aura keemasan melapisi tubuhnya.

“Ayo kita selesaikan ini. Sepertinya “dewa” sudah mulai bosan.”

“Waktu camilan sudah selesai?” Kuzunoha juga ikut berdiri dan menyiapkan pedangnya.

“Jadi akhirnya seperti ini ya?” Deismo juga bersiap, udara disekitarnya mulai dingin.

[Hero Essence]

Kemampuan sebagai karakter utama. Kemampuan dari segala kemampuan, yang hanya dimiliki oleh para pahlawan. Ini adalah sebuah kemampuan untuk membalikkan takdir, sebuah kemampuan yang tentu saja akan membuat siapapun yang memilikinya menang dengan mudah. Pola pertarungan Ravelt sangat bergantung kepada kemampuan ini. Tapi sekarang, entah dewa macam apa yang mampu membuat Ravelt kepayahan menghadapi Deismo dan Kuzunoha. Divine auranya tidak berfungsi sama sekali untuk menahan serangan mereka berdua.

“Kohryu!! Serang dari kanannya! Yamata no Orochi!! Hentikan gerakannya dengan es!!” terdengar suara Kuzunoha berteriak memberi perintah kepada demon miliknya.

“Tch……..!! Makan ini!!” Ravelt menendang bongkahan batu besar ke arah Yamata no Orochi, sang ular berkepala delapan milik Kuzunoha. Serangan Yamata no Orochi tdak mengenai Ravelt, akan tetapi Kohryu—seekor naga emas berhasil menabrak Ravelt sekaligus menggunakan petirnya.

“Guhaakkkk……!!” serangan telak barusan berhasil mengenai Ravelt dan membuatnya memuntahkan darah dari mulutnya. Seakan-akan tidak diberi celah untuk membalas, Deismo yang dari tadi berada di atas, mengirimkan kloning hitam yang ia munculkan dari jubah hitamnya, di dekat Ravelt.

Serangan dari kloning hitam milik Deismo, secara bertubi-tubi mengenai tubuh Ravelt. Sekarang tubuh Ravelt dipenuhi oleh bekas luka dan cakaran, luka yang ia terima tadi akibat pertarungannya dengan Andhika terbuka lagi. Ravelt sudah hampir tidak dapat bergerak.

Saat kloning hitam milik Deismo hampir menyentuhnya, Ravelt menembakkan cahaya dari tangannya, membunuh langsung makhluk itu dengan sekali serang. Kemudian Ravelt membuat bola cahaya yang lebih besar, dan menembakkannya ke arah Deismo yang berada di atas.

Dengan cepat, Deismo menggunakan sihirnya, menciptakan dinding es dan tornado api untuk menghalangi Ravelt. Akan tetapi percuma, Ravelt telah memasukkan divine aura kedalam bola cahayanya, membuat serangannya kebal terhadap sihir lain.

“Uwwaaahhhhhhh………….!!!” Ravelt berteriak. Berteriak adalah satu-satunya cara untuk membuat ia tetap berdiri dan tidak kehilangan kesadaran, sementara tangan kanannya terus bergerak mengendalikan bola cahaya yang ia tembakkan. Bola cahaya miliknya berhasil menembus pertahanan sihir pengendalian suhu milik Deismo, melubangi tubuh makhluk mutan itu dan menghabisinya. Deismo terjatuh ke tanah.

Tanpa diduga, Kuzunoha dan kedua demonnya maju menyerang Ravelt. Dalam dua detik, Ravelt membuat tornado api dan membakar habis Yamata no Orochi serta mengahajar bagian kepala Kohryu, membuat naga itu lumpuh seketika.

Tetapi Kuzunoha berhasil menebas tubuhnya dan mendaratkan sebuah tendangan. Ravelt terpental sejauh lima meter, menabrak puing-puing Duster Fortress dibelakangnya. Situasinya sama seperti saat ia melawan Andhika tadi, hanya saat ini ia yang sedang tersudut.

Mata Ravelt terpejam, ia hanya bisa mendengar suara langkah kaki Kuzunoha yang berhasil mendekat. Saat itulah ia menyadari, alasan kenapa ia bisa dihajar habis-habisan seperti sekarang.

Hero Essence adalah kemampuan yang dimiliki oleh seorang pahlawan atau karakter utama untuk menghadapi musuh yang jauh lebih kuat darinya. Berdasarkan cerita Deismo—yang sudah kalah dan sifat-sifat Kuzunoha, Ravelt sadar bahwa mereka berdua adalah pahlawan. Dengan kata lain, mereka juga memiliki Hero Essence.

“Maaf, aku punya janji dan orang yang harus kulindungi…..” Terdengar suara Kuzunoha di depan Ravelt.

Ahhhh……apakah ini akhirnya…?” suara Ravelt dalam pikirannya.

Aku mati……tanpa menyelesaikan apapun…..maafkan aku, semua…….”

Ravelt tertarik kedalam kegelapan, lama-kelamaan, ia juga merasakan tubuhnya semakin dingin. Indra perabanya mulai menghilang, hampir tidak berfungsi sama sekali. Tubuhnya melemas, tidak dapat ia gerakkan lagi.

“Jangan menyerah.” terdengar suara seorang perempuan.

Kau raja kan? Katanya kau akan mempin kami.” terdengar lagi suara yang lain, masih perempuan.

“Kupercayakan semua padamu.” kali ini seorang laki-laki.

Hidup raja!! Hidup raja!! Hidup raja!!” suara orang beramai-ramai.

Ravelt kemudian teringat, apa yang membuatnya berakhir ditempat seperti ini. Ia teringat, apa yang membuatnya tetap bertahan mengahadapi segala macam ketidakmungkinan. Saat itulah keajaiban terjadi. Hero Essence milik Ravelt, berfungsi.

Kuzunoha mengayunkan pedangnya kearah Ravelt. Saat jarak antara mata pedangnya dan kepala Ravelt tinggal sejengkal, semuanya berhenti. Kuzunoha merasakan ada yang aneh, sama saat ia menghadapi Claude. Akan tetapi semuanya terasa berbeda, seakan-akan waktu telah berhenti.

BUAAAKKKKK!!
Pukulan tangan kanan Ravelt mengenai Kuzunoha, dan membuatnya terpelanting jauh ke belakang. Akan tetapi Kuzunoha masih belum mati, hanya pedangnya yang terpental jauh. Kemudian Kuzunoha menarik pistol miliknya, membidik ke arah Ravelt. Kohryu masih ada, jadi ia masih bisa menggunakan kekuatan elemen petirnya.

Saat peluru ditembakkan, Ravelt sudah berdiri. Di tangan kanannya terkumpul aliran listrik dalam jumlah besar. Ravelt menerjang maju ke arah Kuzunoha, menghindari peluru petir yang ditembakkan oleh Kuzunoha.

Ravelt tiba tepat di depan Kuzunoha. Saat itulah, Ravelt menghajar Kuzunoha, tepat pada bagian dadanya, melumpuhkan sekaligus menghancurkan sebagian besar organ dalam Kuzunoha. Kuzunoha terjatuh, ia tak dapat bangkit lagi, namun masih sadarkan diri.

“Ahh……aku yang kalah.” Kuzunoha menggerutu.

“Jangan seperti itu, kau sudah membuatku hampir mati.” balas Ravelt.

“Oh…..ya…..k…kau akan menghajar…..orang itu..kan…?” Kuzunoha bertanya kepada Ravelt.

“Ya, tunggulah….kiita akan terbebas dari permainan bodoh ini.” jawab Ravelt.

“K…Kalau begitu ambil ini, semoga membantu….” Kuzunoha memberikan sebuah tube magnetite miliknya dan sepotong kain jubah milik Deismo.

“Kau…..”

“Terimalah, kau tidak mungkin mengalahkan makhluk itu sendiri, soal jubah itu aku dapatkan saat ia jatuh tadi.”

“Terima kasih sudah menambah daftar koleksiku.”

Kuzunoha memejamkan matanya untuk selamanya. Meninggalkan janji yang ia buat kepada temannya saat di pulau merah, juga keinginannya untuk kembali.

Angin bertiup pelan, kemudian dua Hvyt datang.
“Pemenang Blok-J, Ravelt Tardigarde. Sudah waktunya untuk kembali.”

Ravelt sempat melihat kebelakang saat ia berada sudah diatas awan. Ia melihat sebuah desa, yang disebelahnya terdapat pepohonan berdaun ungu. Ia tidak memperhatikan, namun sepertinya ditempat ini sedang musim semi.
Salah satu pohon yang paling besar dan terdepan, bergoyang saat terkena angin, memberi kesan sedang melambai. Ravelt tersenyum. Bukan senyum jahatnya yang biasa, akan tetapi senyuman yang biasa ia tunjukkan kepada orang yang ia sayangi.

“Hei, sampaikan pesanku pada dewa kalian!” Ravelt berkata kepada kedua Hvyt yang menjemputnya.

“Aku yang akan memenggal kepalanya.” 

FIN

No comments:

Post a Comment