Sunday, October 2, 2016

Cash Flow

A.    Aliran Uang (Cash Flow) dan Penyusunannya

            Cash Flow, yang dalam bahasa Indonesia dapat diartikan sebagai aliran kas, adalah “sejumlah uang yang keluar dan masuk sebagai akibat dari aktivitas perusahaan”.

 Jika kas masuk lebih besar dari kas keluar, akan menjadikan cash flow  positif atau surplus.Dan sebaliknya,jika kas masuk lebih kecil dari kas keluarnya, maka hal ini disebut cash flow negatif atau defisit.

Komponen cash flow terdiri dari Kas Masuk dan Kas Keluar.Pada umumnya unsur-unsur Kas Masuk terdiri dari penerimaan-penerimaan,antara lain penjualan tunai, penerimaan pelunasan piutang dagang dan piutang lainnya serta penerimaan pinjaman lain-lain. Sedangkan unsur-unsur Kas Keluar terdiri dari pengeluaran-pengeluaran atau pembayaran-pembayaran,antara lain pembayaran supplier, pembayaran pajak, pembayaran cicilan/angsuran dan pengembalian pinjaman, pengeluaran biaya operasi dan biaya-biaya lainya.

Aliran kas/cash flow pada awal investasi suatu perusahaan adalah untuk kebutuhan awal bisnis seperti tanah,alat-alat kantor,mobil untuk transportasi dan lain-lain.

Komponen utama cash flow: 

1. Initial cost (investasi); 
2. Operational cost; 
3. Maintenance cost; 
4. Benefit / manfaat.

Ada empat langkah dalam penyusunan cash flow, yaitu :

1. Menentukan minimum kas.

2. Menyusun estimasi penerimaan dan pengeluaran.

3. Menyusun perkiraan kebutuhan dana dari hutang yang dibutuhkan untuk menutupi defisit kas dan membayar kembali pinjaman dari pihak ketiga.

4. Menyusun kembali keseluruhan penerimaan dan pengeluaran setelah adanya transaksi financial dan budget kas yang final.
           
B.     Transformasi Karakteristik Alternatif Proyek ke Dalam Dimensi Moneter

Manajer proyek industri harus memperhatikan secara terperinci tentang kebutuhan pabrik, peralatan, kebijaksanaan inventori dan lain-lain. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada awal melakukan proyek industri seperti: memilih proses produksi yang tepat di antara beberapa kemungkinan cara memproduksi produk industry yang sama. Perlu diperhatikan pemilihan mesin-mesin dan peralatan yang sesuai dengan karakteristik pekerjaan, yang tentunya berkaitan dengan proses produksi dan skala output dalam produksi.

Karakteristik Alternatif Proyek:

1. Rancangan proses

Diantara keputusan penting yang harus diambil oleh para manajer operasi adalah keputusan yang meliputi rancangan proses fisik untuk memproduksi barang dan jasa.

-Seleksi proses

Seleksi proses merupakan serangkaian keputusan mengenai tipe atau jenis produksi dan peralatan yang digunakan.
Proses produksi dapat dibedakan baik atas dasar karakteristik aliran prosesnya maupun tipe pesanan langganan. Dimensi klasifikasi proses produksi pertama adalah aliran produk atau urutan operasi-operasi. Ada tiga tipe aliran :

1.             Aliran Garis

Produk terstandarisasi dan mengalir dari satu operasi atau tempat kerja ke operasi berikutnya dengan urutan yang telah ditetapkan sebelumnya. Operasi-operasi aliran garis dapat dibagi menjadi dua tipe produksi, yaitu :

a.              Produksi Massa (mass production)
Memproduksi kumpulan-kumpulan produk dalam jumlah besar dengan mengikuti serangkaian operasi yang sama dengan kumpulan produk sebelumnya, sehingga proses ini sering disebut sebagai repetitive process.

b.             Produksi Terus-menerus (continuous production)
Produksi yang ditandai dengan waktu produksi yang relatif lama untuk menghindari penyetelan-penyetelan, persiapan-persiapan lain dan kemacetan-kemacetan yang mahal.

Pola aliran garis biasanya efisien tetapi juga tidak fleksibel. Efisiensi ini diakibatkan oleh substitusi proses operasi padat karya dengan proses padat modal dan standarisasi pengerjaan tugas-tugas rutin. Tingkat efisiensi yang tinggi diperlukan untuk menutup biaya peralatan-peralatan khusus melalui produksi dalam volume yang relatif besar.
Contoh : Produksi mie instant, surat kabar, dll.

2.      Aliran Intermiten
Aliran intermiten mempunyai ciri produksi dalam kumpulan-kumpulan atau kelompok-kelompok barang yang sejenis pada interval-interval waktu yang terputur. Suatu produk atau pekerjaan akan mengalir baku sampai dengan menjadi produk akhir tidak mempunyai pola yang pasti.

Pola aliran intermiten sangat fleksibel dalam perubahan volume atau produk, karena operasinya menggunakan oeralatan serba guna dan tenaga kerja berketerampilan tinggi. Fleksibilitas ini menimbulkan berbagai masalah dalam pengendalian persediaan, skedul dan kualitas, di samping juga agak tidak efisien.

Pola ini dapat diterapkan dalam produksi barang-barang yang tidak distandarisasi atau volume produksinya rendah, karena pola ini adalah paling ekonomis dan melibatkan risiko paling kecil.
Contoh : Produksi furniture dan kerjainan lainnya

3.      Aliran Proyek

Aliran ini digunakan unuk memproduksi produk-produk khusus atau unik. Biasanya setiap unit produk dibuat sebagai sauatu barang tunggal. Masalah signifikan dalam manajemen proyek adalah perencanaan, pengurutan, scheduling dan pengawasan kegiatan-kegiatan individual yang mengarahkan penyelesaiaan proyek secara keseluruhan.

Sumber:
-http://refrigeration54.blogspot.co.id/2013/10/definisi-dan-ruang-lingkup-ekonomi_1873.html
-http://www.majalahexcellent.com/artikel/221/profit-atau-cash-flow
-Gasperz, Vincent. 1996. Ekonomi Manajerial: Gramedia Pustaka Utama
-http://fbm-entrepreneur.blogspot.co.id/2015/04/alternatif-karakteristik-aliran-produk.html

Thursday, January 7, 2016

Pertambangan dan Industri

Pertambangan

Permasalahan Lingkungan dalam Pembangunan Pertambangan Energi


Usaha pertambangan pada dasarnya merupakan kegiatan untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam tambang (bahan galian) yang tedapat di dalam bumi Indonesia.3 Pengertian pertambangan sendiri berdasarkan Pasal 1 butir 1 Undang Undang Nomor 4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batu Bara adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batu bara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, kontruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
 Kegiatan pertambangan dan pengelolaan sumber daya alam banyak yang mengakibatkan kerusakan lingkungan dan ekosistem. Untuk mengetahui kerusakan lingkungan diperlukan adanya kriteria baku kerusakan lingkungan. Pengertian kriteria baku kerusakalingkungan hidup sebagaimana dirumuskan dalam Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah ukuran batas perubahan sifat fisik, kimia, dan atau hayati lingkungan hidup yang dapat ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikannya.

Cara Pengelolaan Pembangunan Pertambangan


Sumber daya bumi di bidang pertambangan harus dikembangkan semaksimal mungkin untuk tercapainya pembangunan. Maka perlu adanya survey dan evaluasi yang terintegrasi dari para alhi agar menimbulkan keuntungan yang besar dengan sedikit kerugian baik secara ekonomi maupun secara ekologis. Penggunaan ekologis dalam pembangunan pertambangan sangat perlu dalam rangka meningkatkan mutu hasil pertambangan dan untuk memperhitungkan sebelumnya pengaruh aktivitas pembangunan pertambangan pada sumber daya dan proses alam lingkungan yang lebih luas.
        Segala pengaruh sekunder pada ekosistem baik local maupun secara lebih luas perlu dipertimbangkan dalam proses perencanaan pembangunan pertambangan, dan sedapatnya evaluasi sehingga segala kerusakan akibat pembangunan pertambangan ini dapat dihindari atau dikurangi, sebab melindungi ekosistem lebih mudah daripada memperbaikinya. Dalam pemanfaatan sumber daya pertambangan yang dapat diganti perencanaan, pengolahan dan penggunaanya harus hati-hati seefisien mungkin. Harus tetap diingat bahwa generasi mendatang harus tetap dapat menikmati hasil pembangunan pertambangan ini.

Kecelakaan di Pertambangan


Berdasarkan Kepmen No. 555.K/26/M.PE/1995, Sebuah kecelakaan disebut sebagai kecelakaan tambang apabila memenuhi 5 unsur berikut :

1.      Benar-benar terjadi

2.      Mengakibatkan cedera pekerja tambang atau orang yang diberi izin oleh kepala teknik tambang

3.      Akibat kegiatan usaha pertambangan

4.      Terjadi pada jam kerja pekerja tambang yang mendapat cedera atau setiap saat orang yang diberi izin

5.      Terjadi di dalam wilayah kegiatan usaha pertambangan atau wilayah proyek.

Berdasarkan Kepmen tersebut pula, yang termasuk dalam kecelakaan tambang adalah kecelakaan mengakibatkan pekerja tambang mengalami:

1.      Cedera ringan

Cedera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula lebih dari 1 hari dan kurang dari 3 minggu, termasuk hari Minggu dan hari libur

2.      Cedera Berat

a.       Cedera yang akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semulaselama lebih dari 3 minggu termasuk hari minggu dan hari libur

b.      Cedera akibat kecelakaan tambang yang menyebabkan pekerja tambang cacat tetap yang tidak mampu menjalankan tugas semula

c.       Cedera akibat kecelakaan tambang yang tidak tergantung dari lamanya pekerja tambang tidak mampu melakukan tugas semula, tetapi mengalami cedera seperti salah satu dibawah ini :

-          Keretakan tengkorak kepala, tulang punggung, pinggul, lengan bawah, lengan atas, paha atau kaki;

-          Pendarahan di dalam, atau pingsan disebabkan kekurangan oksigen;

-          Luka berat atau luka terbuka/terkoyak yang dapat mengakibatkan ketidakmampuan tetap dan

-          Persendian yang lepas dimana sebelumnya tidak pernah pernah terjadi

3.      Mati

Kecelakaan tambang yang mengakibatkan pekerja tambang mati dalam waktu 24 jam terhitung dari waktu terjadinya kecelakaan tersebut.

Penyehatan Lingkungan Pertambangan, Pencemaran dan Penyakit-Penyakit yang Mungkin Timbul


Pneumoconiosis adalah penyakit saluran pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau mengendap di dalam paru-paru. Penyakit pnemokoniosis banyak jenisnya, tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke dalam paru-paru. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di daerah yang memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu Silikosis, Asbestosis, Bisinosis, Antrakosis dan Beriliosis.


1)      Penyakit Silikosis

Penyakit Silikosis disebabkan oleh pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi (mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juka banyak terdapat di tempat di tempat penampang bijih besi, timah putih dan tambang batubara. Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu silika bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara bersama – sama dengan partikel lainnya     
Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru akan mengalami masa inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan lebih pendek, atau gejala penyakit silicosis akan segera tampak, apabila konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah banyak. Penyakit silicosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai batuk-batuk. Batuk ini seringkali tidak disertai dengan dahak. Pada silicosis tingkah sedang, gejala sesak nafas yang disertai terlihat dan pada pemeriksaan fototoraks kelainan paru-parunya mudah sekali diamati. Bila penyakit silicosis sudah berat maka sesak nafas akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan hipertropi jantung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja jantung.


Tempat kerja yang potensial untuk tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan kesehatan kerja dan lingkungan yang ketat sebab penyakit silicosis ini belum ada obatnya yang tepat. Tindakan preventif lebih penting dan berarti dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silicosis akan lebih buruk kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru, bronchitis, astma broonchiale dan penyakit saluran pernapasan

     Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja akan sangat membantu pencegahan dan penanggulangan penyakit-penyakit akibat kerja. Data kesehatan pekerja sebelum masuk kerja, selama bekerja dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantulan riwayat penyakit pekerja kalau sewaktu – waktu diperlukan.

2)            Penyakit Asbestosis

Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama adalah Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain sebagainya.

     Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-batuk yang disertai dengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak membesar / melebar. Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak adanya debu asbes dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar jangan sampai mengakibatkan asbestosis ini.

3)            Penyakit  Bisinosis


Penyakit Bisinosis adalah penyakit pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat kapas ini banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain sebagainya.

     Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas. Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat, penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan mungkin juga disertai dengan emphysema.

Industri


Masalah Lingkungan Dalam Pembangunan Industri


Pertambahan penduduk yang cepat mempunyai implikasi pada berbagai bidang. Bertambahnya penduduk yang cepat ini mengakibatkan tekanan pada sektor penyediaan fasilitas tenaga kerja yang tidak mungkin dapat ditampung dari sektor pertanian. Maka untuk perluasan kesempatan kerja, sektor industri perlu ditingakatkan baik secara kualitas maupun kuantitas. Peningkatan secara bertahap di berbagai bidang industri akan menyebabkan secara beransur-ansur tidak akan lagi tergantung kepada hasil produksi luar negeri dalam memenuhi kebutuhan hidup.

Walau telah ditentukan oleh pemerintah bahwa dalam peningkatan pembangunan industri hendaknya jangan sampai membawa akibat rusaknya lingkungan hidup, dalam kenyataannya yang lebih banyak diperhatikan dalam pendirian industri sekarang adalah keuntungan-keuntungan dari hasil produksinya. Sedikit sekali perhatian terhadap masalah lingkungan, sehingga pendirian industri tersebut akan mengakibatkan pencemaran lingkungan oleh hasil pembuangan limbah industri yang kadang-kadang diabaikan.

Oleh karena itu perlu adanya perencanaan yang matang pada setiap pembangunan industri agar dapat diperhitungkan sebelumnya segala pengaruh aktivitas pembangunan industri tersebut terhadap lingkunganyang lebih luas. Dalam mengambil keputusan pendirian suatu perindustrian, selain keuntungan yang akan diperoleh harus pula secara hati-hati dipertimbangkan kelestarian lingkungan. Berikut ini ada beberapa perinsip yang perlu diperhatikan dalam pembangunan proyek industri terhadap lingkungan sekitarnya :

1. Evaluasi pengaruh sosial ekonomi dan ekologi baik secara umum maupun khusus.
2. Penelitian dan pengawasan lingkungan baik untuk jangkapendek maupun jangka panjang. Dari sini akan didapatkan informasi mengenai jenis perindustrian yang cocok dan menguntungkan.
3. Survey mengenai pengaruh-pengaruh yang mungkin timbul pada lingkungan.
4. Berdasarkan petunjuk-petunjuk ekologi dibuat formulasi mengenai kriteria analisa biaya, keuntungan proyek, rancangan bentuk proyek dan pengelolaan proyek.
5. Bila penduduk setempat terpaksa mendapat pengaruh negatif dari pembangunan proyek industri ini, maka buatlah pembangunan alternatif atau dicarikan jalan untuk kompensasi kerugian sepenuhnya.

Keracunan Bahan Logam/Metaloid Pada Industrialisasi


Racun-racun logam/metaloid beserta persenyawaan-persenyawaannya yang sering terjadi pada industrialis adalah berasal dari timah hitam, air raksa, arsen,chromium, berrylium, cadmium, vanadium dan fosfor.

Berikut ini penjelasan dari beberapa logam yang disebutkan diatas:

1. Timah hitam

Keracunan timah hitam (plumbisme) biasanya merupakan suatu keadaan kronis (menahun) dan kadang gejalanya kambuh secara periodik.  Kerusakan yang terjadi bisa bersifat permanen (misalnya gangguan kecerdasan pada anak-anak dan penyakit ginjal. Progresif     pada      dewasa).

Timah hitam ditemukan pada

·         Pelapis keramik
·         Cat
·         Batere
·         Solder
·         Mainan
·          
Pemaparan oleh timah hitam dalam jumlah relatif besar bisa terjadi melalui beberapa cara:

·         Menelan serpihan cat yang mengandung timah hitam
·         Membiarkan alat logam yang mengandung timah hitam (misalnya peluru, pemberat tirai, pemberat alat pancing atau perhiasan) tetap berada dalam lambung atau persendian, dimana secara perlahan timah hitam akan larut
·         Meminum minuman asam atau memakan makanan asam yang telah terkontaminasi karena disimpan di dalam alat keramik yang dilapisi oleh timah hitam (misalnya buah, jus buah, minuman berkola, tomat, jus tomat, anggur, jus apel)
·         Membakar kayu yang dicat dengan cat yang mengandung timah hitam atau batere di dapur atau perapian
·         Mengkonsumsi obat tradisional yang mengandung senyawa timah hitam
·         Menggunakan perabotan keramik atau kaca yang dilapisi timah hitam untuk menyimpan atau menyajikan makanan
·         Minum wiski atau anggur yang terkontaminasi oleh timah hitam
·         Menghirup asap dari bensin yang mengandung timah hitam
·         Bekerja di tempat pengolahan timah hitam tanpa menggunakan alat pelindung (seperti respirator, ventilasi maupun penekan debu).
Pemaparan timah hitam dalam jumlah yang lebih kecil, terutama melalui debu atau tanah yang telah terkontaminasi oleh timah hitam, bisa meningkatkan kadar timah hitam pada anak-anak; karena itu perlu diberikan pengobatan meskipun tidak ditemukan gejala.
Serangkaian gejala yang khas bisa timbul dalam waktu beberapa minggu atau lebih, yaitu berupa perubahan kepribadian, sakit kepala, di dalam mulut terasa logam, nafsu makan berkurang dan nyeri perut samar-samar yang berakhir dengan muntah, sembelit serta nyeri kram      perut. Pada dewasa jarang              terjadi   kerusakan           otak.

Pada anak-anak, gejalanya diawali dengan rewel dan berkurangnya aktivitas bermain selama beberapa minggu. Kemudian gejala yang serius timbul secara mendadak dan dalam waktu 1-5 hari menjadi semakin memburuk, yaitu berupa:

muntah menyembur yang berlangsung terus menerus
berjalan goyah/limbung
kejang
linglung
mengantuk
kejang yang tak terkendali dan koma.

2. Air Raksa

Air raksa atau merkuri (Hg) merupakan suatu bahan kimia yang diperlukan dan dipakai oleh banyak industri seperti industri cat, pestisida, farmasi serta dipakai sebagai bahan campuran tumpatan gigi yaitu amalgam.

Keracunan air raksa seperti halnya dengan logam berat lainnya dapat terjadi melalui berbagai jalan antara lain melalui pernapasan, suntikan serta makanan dan minuman yang tercemar, ini salah satu bentuk keracunan air raksa yang dapat terjadi yaitu:

1.       Sebagai akibat air raksa cair atau uapnya

2.       Sebagai akibat kontak kulit dengan persenyawaan Hg-fulmitat

3.       Sebagai persenyawaan air raksa organis

Berhati-hatilah anda jika anda bekerja dengan menggunakan bahan kimia yang sangat berbahaya salah satunya air raksa.

3.Arsen

Arsen, arsenik, atau arsenikum adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol As dan nomor atom 33. Ini adalah bahan metaloid yang terkenal beracun dan memiliki tiga bentuk alotropik; kuning, hitam, dan abu-abu. Arsenik dan senyawa arsenik digunakan sebagai pestisida, herbisida, insektisida, dan dalam berbagai aloy.

Berikut ini adalah beberapa gejala yang akan ditimbulkan jika anda keracunan arsenik, yaitu sebagai berikut:

Kerontokan rambut: merupakan tanda keracunan kronis logam berat, termasuk arsen
Bau napas seperti bawang putih: merupakan bau khas arsen
Gejala gastrointestinal berupa diare:  akibat racun logam berat termasuk arsen
Muntah:  akibat iritasi lambung, diantaranya pada keracunan arsen.
Skin speckling: gambaran kulit seperti tetes hujan pada jalan berdebu, disebabkan oleh Keracunan kronis arsen
Kolik abdomen: akibat  keracunan kronis
Kelainan kuku: garis Mees (garis putih melintang pada  nail bed)dan kuk yang rapuh.
Kelumpuhan (umum maupun parsial): akibat keracunan logam berat

4.     Fosfor

Ada banyak sekali macam-macam fosfor namun yang sangat beracun adalah dosfor jenis fosfor putih, dan fosfor ini banyak dipergunakan sebagai bahan pembuatan racun tikus, racun serangga, pembuatan pupuk, pembuatan mercon dan kembang api.

Akibat dari keracunan fosfor adalah sangat kompleks bisa menimbulkan kerusakan pada hati, ginjal, tulang, saluran pencernaan, pendarahan-pendarahan dan bila terhirup ke paru-paru bisa menimbulkan oedema dan keruakan paru.

Keracunan Bahan Organis Pada Industrialisasi


Pencemaran terjadi akibat bahan beracun dan berbahaya dalam limbah lepas masuk lingkungan hingga terjadi perubahan kualitas lingkungan, Sumber bahan beracun dan berbahaya dapat diklasifikasikan:
1. industri kimia organik maupun anorganik
2. penggunaan bahan beracun dan berbahaya sebagai bahan baku atau bahan penolong
3. peristiwa kimia-fisika, biologi dalam pabrik.

Lingkungan sebagai badan penerima akan menyerap bahan tersebut sesuai dengan kemampuan. Sebagai badan penerima adalah udara, permukaan tanah, air sungai, danau dan lautan yang masingmasing mempunyai karakteristik berbeda.

Air di suatu waktu dan tempat tertentu berbeda karakteristiknya dengan air pada tempat yang sama dengan waktu yang berbeda,Air berbeda karakteristiknya akibat peristiwa alami serta pengaruh faktor lain.

Kemampuan lingkungan untuk memulihkan diri sendiri karena interaksi pengaruh luar disebut daya dukung lingkungan. Daya dukung lingkungan antara tempat satu dengan tempat yang lain berbeda, Komponen lingkungan dan faktor yang mempengaruhinya turut menetapkan nilai daya dukung.

Bahan pencemar yang masuk ke dalam lingkungan akan bereaksi dengan satu atau lebih komponen lingkungan. Perubahan komponen lingkungan secara fisika, kimia dan biologis sebagai akibat dari bahan pencemar, membawa perubahan nilai lingkungan yangdisebut perobahan kualitas.

Limbah yang mengandung bahan pencemar akan merubah kualitas lingkungan bila lingkungan tersebut tidak mampu memulihkan kondisinya sesuai dengan daya dukung yang ada padanya, Oleh karena itu penting diketahui sifat limbah dan komponen bahan pencemar yang terkandung.

Pada beberapa daerah di Indonesia sudah ditetapkan nilai kualitas limbah air dan udara. Namun baru sebagian kecil. Sedangkan kualitas lingkungan belum ditetapkan. Perlunya penetapan kualitas lingkungan mengingat program industrialisasi sebagai salah satu sektor yang memerankan andil besar terhadap perekonomlan dan kemakmuran bagi suatu bangsa.

Penggunaan air yang berlebihan, sistem pembuangan yang belum memenuhi syarat, karyawan yang tidak terampil, adalah faktor yang harus dipertimbangkan dalam mengidentifikasikan sumber pencemar.
Produk akhir, seperti pembungkusan, pengamanan tabung dan kotak, sistem pengangkutan, penyimpanan, pemakaian dengan aturan dan persyaratan yang tidak memenuhi ketentuan merupakan sumber pencemar juga.

Perlindungan Masyarakat Sekitar Terhadap Perusahaan Industri


Masyarakat sekitar suatu perusahaan industri harus dilindungi dari pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin ditimbulkan oleh industrialisasi dari kemungkinan pengotoran udara, air, makanan, tempat sekitar dan lain-lain oleh sampah, air bekas dan udara dari perusahaan-perusahaan industri.
Semua perusahaan industri harus memperhatikan kemungkinan adanya pencemaran lingkungan, dimana segala macam hasil buangan sebelum dibuang harus betul-betul bebas dari bahan yang bisa meracuni.

Untuk maksud tersebut, sebelum bahan-bahan tadi keluar dari suatu industri harus diolah dahulu melalui proses pengolahan. Cara pengolahan ini tergantung dari bahan apa yang dikeluarkan. Bila gas atau uap beracun bisa dengan pembakaran atau dengan cara pencuciaan melalui proses kimia sehingga uap/ udara yang keluar bebas dari bahan-bahan yang berbahaya. Untuk udara atau air buangan yang mengandung partikel/bahan beracun, bisa dengan cara pengendapan, penyaringan atau secara reaksi kimia sehingga bahan yang keluar tersebut menjadi bebas dari bahan-bahan yang berbahaya.

Pemilihan cara ini pada umumnya didasarkan atas faktor-faktor:

a. Bahaya tidaknya bahan-bahan buangan tersebut.
b. Besarnya biaya agar secara ekonomi tidak merugikan perusahaan
c. Derajat efektifnya cara yang dipakai.
d. Kondisi lingkungan setempat.

Selain oleh bahan-bahan buangan, masyarakat juga harus terlindungi dari bahaya-bahaya oleh karena produk-produknya sendiri dari suatu industri. Dalam hal ini pihak konsumen harus terhindar dari kemungkinan keracunan atau terkenanya penyakit oleh hasil-hasil produksi. Karena itu sebelum dikeluarkan dari perusahaan, produk-produk ini perlu pengujian terlebih dahulu secara seksama dan teliti apakah tidak akan merugikan masyarakat.

Analisis Dampak Lingkungan Perusahaan Industri


Pasal 1 angka (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012, menyebutkan Analisis mengenai dampak lingkungan hidup adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan Usaha dan/atau kegiatan. Berdasarkan Pasal 1 angka (2) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan di atas, maka untuk mendapatkan suatu izin usaha atau kegiatan terdapat persyaratan yang bersifat dominan yaitu harus mempunyai keputusan kelayakan lingkungan yang berdasarkan Amdal.

Tanpa Keputusan Amdal, izin usaha tidak akan diterbitkan oleh pejabat yang berwenang. Kelayakan lingkungan hidup adalah persyaratan yang diwajibkan untuk dapat menerbitkan izin melakukan usaha dan/atau kegiatan.Salah satu jenis kegiatan usaha yang membutuhkan keputusan kelayakan lingkungan hidup sebagai salah satu persyaratan izin usahanya adalah kegiatan usaha di bidang industri.

Tidak semua industri wajib Amdal, hanya industri yang berdampak penting saja yang harus dilengkapi dengan Amdal. Pasal 22 angka (2) Undang Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menyebutkan mengenai dampak penting yang ditentukan berdasarkan kriteria :

1. Besarnya penduduk yang akan terkena dampak rencana usaha dan/atau kegiatan usaha.
 2. Luas wilayah penyebaran dampak
 3. Intensitas dan lamanya dampak berlangsung
4. Banyaknya komponen lingkungan hidup yang lain yang akan terkena dampak.
 5. Sifat kumulatif dampak
 6. Berbalik atau tidak berbaliknya dampak.
7. Kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan Hidup Terhadap Pembangunan Industri


Dalam pandangan umum, bahwa pembangunan industri di Indonesia bertujuan untuk :
1)      Meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara adil dan merata dengan memanfaatkan dana, sumber daya alam, dan/atau hasil budidaya serta dengan memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan hidup;
2)      Meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara bertahap, mengubah struktur perekonomian ke arah yang lebih baik, maju, sehat, dan lebih seimbang sebagai upaya untuk mewujudkan dasar yang lebih kuat dan lebih luas bagi pertumbuhan ekonomi pada umumnya, serta memberikan nilai tambah bagi pertumbuhan industri pada khususnya;
3)      Meningkatkan kemampuan dan penguasaan serta mendorong terciptanya teknologi yang tepat guna dan menumbuhkan kepercayaan terhadap kemampuan dunia usaha nasional;
4)      Meningkatkan keikutsertaan masyarakat dan kemampuan golongan ekonomi lemah, termasuk pengrajin agar berperan secara aktif dalam pembangunan industri;
5)      Memperluas dan memeratakan kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, serta meningkatkan peranan koperasi industri;
6)      Meningkatkan penerimaan devisa melalui peningkatan ekspor hasil produksi nasional yang bermutu, disamping penghematan devisa melalui pengutamaan pemakaian hasil produksi dalam negeri, guna mengurangi ketergantungan kepada luar negeri;
7)      Mengembangkan pusat-pusat pertumbuhan industri yang menunjang pembangunan daerah dalam rangka pewujudan Wawasan Nusantara;
8)      Menunjang dan memperkuat stabilitas nasional yang dinamis dalam rangka memperkokoh ketahanan nasional.

Empat puluh tahun yang lalu, tahun 1965, Indonesia termasuk katagori negara yang termiskin diantara negara berkembang lainnya. Pendapatan per kapita penduduknya di seluruh pelosok negeri, harapan hidup di bawah rata-rata negara berkembang. Namun, melalui pembangunan pedesaan dan industri, pemerintah Indonesia mampu menggerakan roda perekonomian dan memperbaiki standar hidup melaui penurunan angka kemiskinan serta memperbaiki harapan hidup secara nyata.

Disadari oleh banyak kalangan, bahwa perkembangan di bidang perekonomian memunculkan masalah lain, seperti polusi industri. Polusi dapat menurunkan kualitas lingkungan hidup, Pertanda terjadinya polusi industri dapat diketahui melalui meningkatnya permintaan oksigen atau Biological Oxygen Demand (BOD). Oleh karena itu perkembangan industri yang ditujukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi harus dikendalikan. Pengendalian itu ditujukan untuk mencapai keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dengan kualitas lingkungan. Seandainya keseimbangan ini diabaikan maka pembangunan akan memberikan dampak yang negatif terhadap lingkungan hidup.

Pembangunan ekonomi yang mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat memicu permasalahan lingkungan sebagai berikut :

1)      Perubahan fungsi dan tatanan lingkungan hidup fisik.
2)      Menurunnya daya dukung dan kualitas lingkungan hidup fisik.
3)      Adanya ego-sekoral membawa dampak pada tumpang tindihnya pengelolaan lingkungan. Keadaan yang demikian ini yang mencerminkan pengelolaan lingkungan yang tidak terpadu.
4)      Pengerusakan dan pencemaran lingkungan, seperti penebangan liar, yang destruktif, alih fungsi hutan bakau, pengambilan pasir laut dan pengerusakan terumbu karang.
5)      Banyak lahan tidur diperkotaan yang membawa dampak pada kurang efektif optimalnya pemanfaatan ruang/wilayah perkotaan.
6)      Kurang terkoordinasinya tindakan berbagai pihak yang berkepentingan dan kurang tersedianya informasi tentang lingkungan hidup, dan
7)      Rendahnya partisipasi masyarakat.
8)      Berdasarkan Permasalahan diatas, maka perlu diupayakan sejak awal, sejak penyusunan rencana pembangunan, tidak hanya memikirkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi namun juga memikirkan pelestarian lingkungan dan pelestarian budaya masyarakat yang dibangun.




Sumber:


http://e-journal.uajy.ac.id/7942/2/HK109637.pdf
http://ranahk3.blogspot.co.id/2015/04/apa-itu-kecelakaan-tambang.html
http://setiadirizky.blogspot.co.id/2016/01/pertambangan.html
https://iambigsmart.wordpress.com/2010/12/04/masalah-lingkungan-dan-keracunan-bahan-logammetaloid-pada-industri/
http://harezy.blogspot.co.id/2011/12/keracunan-bahan-organis-pada.html
https://luqm4ntr.wordpress.com/2011/11/25/perlindungan-masyarakat-sekitar-perusahaan-industri/
http://e-journal.uajy.ac.id/306/2/1MIH01605.pdf

http://ghozaliq.com/2013/09/13/tujuan-pembangunan-industri/

Friday, November 20, 2015

Tugas Pengantar Lingkungan 2





KATA PENGANTAR


          Masalah kependudukan dan lingkungan hidup adalah dua hal yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan karena manusia bersama dengan makhluk-makhluk hidup lainnya merupakan komponen hidup yang senantiasa berinteraksi dengan lingkungannya.
          Dalam ekosistem, tempat hidup manusia merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari yang lainnya. Karena itu kelangsungan hidup manusia tergantung dari kelestarian ekosistemnya. Untuk menjaga kelestarian ekosistem, manusia harus menjaga keserasian hubungan dengan lingkungan hidupnya.
          Gejala yang menghawatirkan dan mengganggu kelestarian lingkungan hidup adalah ledakan penduduk. Ledakan penduduk akan membawa akibat buruk terhadap keadaan sumber alam. Seperti semakin menyempitnya lahan pertanian untuk tempat tinggal, bangunan, jalan, dana pengolahan lingkungan yang semena-mena, makin sempitnya area hutan, dan lain-lain.
          Dari kenyataan tersebut, maka perlu adanya usaha untuk menyadarkan penduduk akan masalah-masalah yang ditimbulkan oleh pertumbuhan penduduk yang sangat cepat, serta masalah lingkungan hidupnya. Pendidikan lingkungan dan kependudukan dirasa sangat perlu segera dikembangkan dan disebarluaskan kepada masyarakat.
          Penulis








BAB I

Perkembangan Penduduk Indonesia


Landasan Perkembangan Penduduk Indonesia


Penduduk adalah orang atau sekumpulan orang-orang yang mendiami suatu tempat (kampung, negara, dan pulau) yang tercatat sesuai dengan persyaratan dan ketentuan yang berlaku di tempat tersebut. Berdasarkan tempat lahir dan lama tinggal penduduk suatu daerah dapat dibedakan menjadi empat golongan, yaitu penduduk asli, penduduk pendatang, penduduk sementara, dan tamu. 
Ø Penduduk asli adalah orang yang menetap sejak lahir.
Ø Penduduk pendatang adalah orang yang menetap, tetapi lahir dan berasal dari tempat lain.
Ø Penduduk sementara adalah orang yang menetap sementara waktu dan kemungkinan akan pindah ke tempat lain karena alasan pekerjaan, sekolah, atau alasan lain.
Ø Tamu adalah orang yang berkunjung ke tempat tinggal yang baru dalam rentang waktu beberapa hari dan akan kembali ke tempat asalnya.
Yang mendasari perkembangan penduduk di Indonesia adalah banyaknya masyarakat yang menikahkan anaknya yang masih muda. Dan gagalnya program (KB) Keluarga Berencana yang di usung oleh pemerintah untuk menekan jumlah penduduk Indonesia. Karena faktor – faktor tersebut tidak dapat berjalan dengan semestinya, maka penduduk Indonesia tidak terkendali dalam perkembangannya. Karena perkembangan penduduk yang sangat tidak terkendali, maka banyak terjadinya kemiskinan, pengangguran, kriminalitas, gelandangan, anak jalanan, dan sebagainya.
Pertumbuhan penduduk adalah perubahan populasi sewaktu-waktu, dan dapat dihitung sebagai perubahan dalam jumlah individu dalam sebuah populasi menggunakan "per waktu unit" untuk pengukuran. Sebutan pertumbuhan penduduk merujuk pada semua spesies, tapi selalu mengarah pada manusia, dan sering digunakan secara informal untuk sebutan demografi nilai pertumbuhan penduduk, dan digunakan untuk merujuk pada pertumbuhan penduduk dunia.
Ketika pertumbuhan penduduk dapat melewati kapasitas muat suatu wilayah atau lingkungan hasilnya berakhir dengan kelebihan penduduk. Gangguan dalam populasi manusia dapat menyebabkan masalah seperti polusi dan kemacetan lalu lintas, meskipun dapat ditutupi perubahan teknologi dan ekonomi. Wilayah tersebut dapat dianggap "kurang penduduk" bila populasi tidak cukup besar untuk mengelola sebuah sistem ekonomi 

Pertambahan Penduduk dan Lingkungan Pemukiman


Strategi konservasi dunia dicanangkan 6 Maret 1980. Juga di Indonesia strategi tersebut memberikan cetak biru bagi aksi konservasi dan pemanfaatan sumber daya alam secara berkesinambungan serta menunjuk pentingnya aksi terpadu dalam memecahkan masalah-masalah lingkungan hidup, sumber daya alam, dan kependudukan. Hubungan antara masalah-masalah kependudukan dan lingkungan hidup memang sangat kompleks dan sangat majemuk sifatnya, karena di dalamnya tercakup banyak sekali faktor-faktor, misalnya saja dampak teknologinya, pola konsumsinya, dan faktor-faktor sosial, ekonomi, serta politiknya. Adanya Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup dalam Kabinet sekarang ini sudah memberikan gambaran adanya hubungan timbal balik yang erat sekali antara penduduk dan lingkungan hidup ini. Kepadatan penduduk yang tinggi akan memberikan tekanan pada daya dukung alam lingkungannya. Manakala tekanan tersebut melampaui batas kemampuan daya dukung alam lingkungan tersebut, mejadi rusak lingkungan hidupnya. Sebaliknya, suatu lingkungan hidup yang terpelihara kelestariannya akan sangat menunjang bagi kelangsungan hidup suatu masyarakat.
 Dengan jumlah penduduk yang terus bertambah, sementara lahan untuk pertanian dan pemukiman sangat terbatas, memungkinkan timbulnya “lapar tanah”. Lapar tanah untuk pertanian sangat terasa di Jawa yang jumlah penduduknya hanya 60% dari seluruh penduduk Indonesia. Sedangkan sawah-sawah kelas satu di pinggiran kota dan di sepanjang jalan ekonomi menciut akibat perluasan daerah pemukiman serta kegiatan industri.
 Kaki-kaki gunung di Jawa sekarang sudah tidak luput dari jamahan tangantangan manusia. Kelaparan akan tanah ini jelas terlihat dengan merayapnya kegiatan pengolahan tanah serta pembangunan menuju puncak-puncak bukit dan gunung. Kesinambungan kehidupan alami sudah tidak diperhitungkan lagi. Tegakan pepohonan yang tadinya berfungsi untuk menahan curah hujan dan mengatur aliran air, sekarang sudah digantikan dengan tanaman ketela pohon atau jagung. Akibatnya, di musim hujan terjadi genangan air, tetapi di musim kemarau orang sulit mencari air. Ahli-ahlipun mengatakan daya dukung lingkungan sudah terlampaui oleh kepadatan penduduk. Akibatnya, keseimbangan kehidupan antara manusia dan lingkungannya terganggu. Gangguan tersebut akan mengarah kepada keadaan yang lebih parah dan merugikan, apabila tidak ada usaha untuk memperbaikinya.
Berbagai cara telah dilakukan pemerintah untuk mengatasi hal itu, anatar lain program penghijauan dan reboisasi, sementara untuk mengurangi tekanan penduduk agar tidak melampaui daya dukung alam serta lingkungan dilakukan transmigrasi. Namun, semua usaha ini masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan. Dari gambaran tadi, jelas nampak ada hubungan erat antara unsur manusia dalam kaitannya dengan kelestarian lingkungan hidup (Tanah Air, 1983)
Sejak masalah kependudukan dilontarkan oleh Thomas Robert Malthus lebih dari satu abad yang lalu, maka masalah itu mulai diapandang serta didekati dari berbagai aspek dan kemudian berkembang menjadi subyek, dengan dimensi aneka ragam. Di negara-negara berkembang hal ini berjalan cepat, karena tuntutan pembangunan nasional telah melibatkan masalah kependudukan sebagai masalah pokok. Berbagai aspek kehidupan mulai terganggu oleh pertambahan penduduk yang cepat, seperti kehidupan sosial ekonomi, budaya politik, hankamnas, dan lingkungan hidup.
Hambatan untuk menekan laju pertumbuhan penduduk di negara berkembang umumnya karena adanya pola berpikir masyarakat yang konservatif, yang pada hakekatnya menolak perubahan nilai tradisional dan budaya Indonesia termasuk dalam masyarakat heterogen yang sifatmya tradisional dan religius, misalnya bahwa banyak anak berarti banyak rejeki atau pola berpikir bahwa anak adalah investasi bagi orang tuanya di masa depan.
Pola berpikir dan sikap seperti itu merupakan hambatan, khususnya bagi penduduk yang sebagaian besar tinggal di pedesaan, dimana nilai budaya tradisional tumbuh subur. Contoh lain, untuk mencapai pemerataan penduduk dalam mencapai keseimbangan ekonomi dan ekologi, dilaksanakan transmigrasi dari pulau yang padat penduduk ke Pelau yang konsentrasi penduduknya rendah. Usaha itu tidak dapat menghindari perubahan nilai-nilai tradisional, sebab masih ada yang beranggapan bahwa tanah kelahiran adalah warisan leluhur yang tak boleh ditinggalkan. Timbullah istilah transmigrasi bedol desa yang mengangkut seluruh harta miliknya berikut sedikit tanah kelahirannya. Perubahan di bidang nilai-budaya memerlukan waktu yang lama dan perlu dilaksanakan dengan seksama. Tetapi, membiarkannya sebagai proses evolusi, berdasarkan berbagai pertimbangan akan memperlambat pencapaian tujuan. Tujuan dalam konteks ini adalah pembangunan segala bidang bagi kesejahteraan rakyat banyak (Tanah Air, 1983).
Di sisi lain, sebagian pengamat sosial berpendapat bahwa pelaksanaan transmigrasi yang dilakukan selama ini terkesan hanyalah sekedar upaya membuang orang dari kepadatan. Meski ada yang berhasil, secara umum yang ada hanyalah kegagalan, keluhan, jeritan perasaan disingkirkan. Namun, itu dipoles atas nama pembangunan yang dicanangkan pemerintah.

Pertumbuhan Penduduk dan Tingkat Pendidikan


          Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan waktu sebelumnya. Misalnya pertumbuhan penduduk Indonesia dari tahun 1995 ke tahun 2000 adalah perubahan jumlah penduduk Indonesia dari tahun 1995 sampai 2000.
Selain merupakan sasaran pembangunan, penduduk juga merupakan pelaku pembangunan. Maka kualitas penduduk yang tinggi akan lebih menunjang laju pembangunan ekonomi. Usaha yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kualitas penduduk melalui fasilitas pendidikan, perluasan lapangan pekerjaan dan penundaan usia kawin pertama.
Di negara-negara yang anggaran pendidikannya paling rendah, biasanya menunjukkan angka kelahiran yang tinggi. Tidak hanya persediaan dana yang kurang, tetapi komposisi usia secara piramida pada penduduk yang berkembang dengan cepat juga berakibat bahwa rasio antara guru yang terlatih dan jumlah anak usia sekolah akan terus berkurang. Akibatnya, banyak negara yang sebelumnya mengarahkan perhatian terhadap pendidikan universitas, secara diam-diam mengalihkan sasarannya.
Helen Callaway, seorang ahli antropologi Amerika yang mempelajari masayakat buta huruf, menyimpulkan bahwa perkembangan ekonomi dan perluasan pendidikan dasar telah memperluas jurang pemisah antara pria dan wanita. Hampir di mana-mana pria diberikan prioritas untuk pendidikan umum dan latihan-latihan teknis. Mereka adalah orang-orang yang mampu menghadapi tantangan-tantangan dalam dunia. Sebaliknya pengetahuan dunia ditekan secara tajam pada tingkat yang terbawah.
Pertambahan penduduk yang cepat, lepas daripada pengaruhnya terhadap kualitas dan kuantitas pendidikan, cenderung untuk menghambat perimbangan pendidikan. Kekurangan fasilitas pendidikan menghambat program persamaan/perimbangan antara laki-laki dan wanita, pedesaan dan kota, dan antara bagian masyarakat yang kaya dan miskin.
Pengaruh daripada dinamika penduduk terhadap pendidikan juga dirasakan pada keluarga. Penelitian yang dilakukan pada beberapa negara dengan latar belakang budaya yang berlainan menunjukkan bahwa jika digabungkan dengan kemiskinan, keluarga dengan jumlah anak banyak dan jarak kehamilan yang dekat, menghambat perkembangan berfikir anak-anak, berbicara dan kemauannya, di samping kesehatan dan perkembangan fisiknya. Kesulitan orang tua dalam membiayai anak-anak yang banyak, lebih mempersulit masalah ini.
Pertambahan penduduk yang cepat menghambat program-program perluasan pendidikan, juga mengarah pada aptisme di dunia yang kesulitan untuk mengatasinya.
Dalam pembangunan pendidikan dijumpai berbagai masalah antara lain: (1) Masih rendahnya angka partisipasi pendidikan pada jenjang pendidikan menengah dan tinggi; (2) Masih rendahnya mutu pendidikan; dan (3) Belum mantapnya sistem pendidikan nasional terutama menyangkut kelembagaan dan manajemen pendidikan.
 Perluasan jangkauan pendidikan dapat diamati dari partisipasi pendidikan menurut kelompok usia tertentu.  Partisipasi pendidikan untuk jenjang pendidikan dasar dapat dilihat dari angka partisipasi penduduk usia 7-12 tahun dan 13-15 tahun.  Pada tahun 1998/99, angka partisipasi kasar (APK) untuk tingkat SD-MI dan SLTP-MTs mencapai 114,7 persen dan 56,1  persen. Rendahnya partisipasi pendidikan pada kelompok usia 13-15 tahun antara lain terkait dengan faktor ekonomi keluarga.
Untuk jenjang sekolah menengah (usia 16-18 tahun) yang terdiri dari Sekolah Menengah Umum (SMU), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Madrasah Aliyah (MA), APK-nya baru mencapai 36,3. APK tersebut masih tergolong rendah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya yang rata-rata telah berada di atas 50 persen. Angka melanjutkan lulusan SLTP-MTs ke SLTA pada tahun 1998/99 baru mencapai 71 persen. Selain masalah ekonomi dan kecenderungan untuk memilih bekerja, daya tampung pada jenjang sekolah menengah juga masih menghambat rendahnya partisipasi sekolah. 
Pada jenjang pendidikan tinggi (usia 19-24 tahun), APK-nya baru mencapai 10,4 persen, hal ini tergolong lebih rendah jika dibandingkan dengan APK perguruan tinggi negara-negara ASEAN yang telah mencapai di atas 30 persen. Lambannya peningkatan APK jenjang pendidikan tinggi antara lain disebabkan oleh terbatasnya daya tampung dan mahalnya biaya pendidikan di perguruan tinggi bagi sebagian besar masyarakat.
Rendahnya mutu pendidikan secara umum antara lain disebabkan oleh: (1) Kurangnya jumlah dan rendahnya mutu guru; (2) Kurangnya sarana dan prasarana belajar; (3) Lemahnya metode mengajar dan kurikulum yang berlaku; (4) Lemahnya sistem pengelolaan persekolahan; dan (5) Belum optimalnya peran orang tua, masyarakat dan pemerintah dalam mendukung pembangunan pendidikan yang bermutu.
Guru merupakan kunci dari keberhasilan sebuah proses belajar-mengajar pada semua jenis dan jenjang pendidikan. Namun demikian kondisi guru pada umumnya mulai dari SD-MI sampai dengan SMU-MA masih sangat memprihatinkan, baik dari segi kualitas, jumlah maupun penyebarannya. Data  menunjukkan bahwa dari sekitar 1,3 juta guru SD-MI, baru 21,65 persen yang berkualifikasi D2 atau lebih tinggi. Pada jenjang SLTP-MTs, dari sekitar 572,8 ribu guru, 56,6 persen diantaranya berkualifikasi D3 atau lebih tinggi. Pada jenjang SLTA (SMU dan SMK, tidak termasuk MA) 65 persen guru memiliki kualifikasi S1 atau lebih tinggi.
Penyebaran guru yang tidak merata juga merupakan masalah yang menyebabkan kurangnya guru di suatu sekolah atau daerah, dan kelebihan guru di sekolah atau daerah lainnya. Selain itu di SLTP-MTs dan SMK-MA banyak terdapat ketidaksesuaian antara latar belakang pendidikan dengan mata pelajaran yang diajarkan, yang berakibat pada rendahnya kualitas mengajar. Dari data yang tersedia pada tahun 1995/96 ketidaksesuaian tersebut berkisar antara 3,6 persen - 25,3 persen. Pembinaan guru termasuk sistem promosi juga dinilai belum dapat meningkatkan kualitas guru, karena pada praktiknya sistem tersebut hanya menguntungkan mereka yang rajin melakukan kegiatan administrasi untuk mengumpulkan angka kredit dan kurang menghargai guru yang berprestasi dalam tugas mengajarnya.
Rendahnya kualitas tenaga akademik dapat dilihat dari masih banyaknya tenaga akademik yang berpendidikan akhir S-1. Pada tahun 1997 jumlah tenaga akademik perguruan tinggi negeri dan swasta yang berpendidikan akhir S-1, S-2 dan S-3 berturut-turut adalah 80,6 persen, 15,7 persen dan 3,6 persen.  Dibanding perguruan tinggi swasta, kualitas staf pengajar perguruan tinggi negeri relatif lebih baik, yakni 68,2 persen S-1, 24,4 persen S-2, dan 7,4 persen S-3, sedangkan di perguruan tinggi swasta berturut-turut adalah 86 persen, 12 persen, dan 2 persen.
Sarana dan prasarana pendidikan yang mempengaruhi rendahnya mutu pendidikan antara lain adalah kurang tersedianya buku pelajaran pokok pada tingkat SD-MI, SLTP-MTs dan SMU-MA. Meskipun rasio satu buku satu siswa pada tingkat SD-MI dan SLTP-MTs telah tercapai pada tahun 1998/99, namun karena distribusi buku tersebut kurang sesuai dengan data jumlah murid di sekolah, maka masih dijumpai kekurangan buku pada sekolah-sekolah terutama di daerah yang prasarana transportasinya belum memadai, daerah terpencil dan kepulauan. Kendala lain yang mempengaruhi kualitas pendidikan adalah penyediaan peralatan dan fasilitas pendidikan yang belum memadai seperti alat peraga, alat praktik, perpustakaan sekolah, dan prasarana olah raga.
Masalah lain yang masih dihadapi dalam pembangunan pendidikan adalah manajemen pendidikan. Manajemen pendidikan nasional secara keseluruhan masih bersifat sentralistis, meskipun pada jenjang sekolah dasar (SD-MI) pemerintah daerah berperan cukup besar terutama dalam penyediaan sarana, prasarana dan personal. Pada jenjang pendidikan dasar, sarana fisik sekolah menjadi tanggung jawab pemerintah daerah, sedangkan kualitas pendidikan menjadi tanggung jawab Departemen Pendidikan Nasional melalui mekanisme kontrol di tingkat kabupaten. Pengelolaan pendidikan yang sentralistik dan oleh berbagai lembaga telah menyebabkan sekolah tidak dapat mengembangkan diri secara optimal.

Pertumbuhan Penduduk dan Penyakit yang Berkaitan dengan Lingkungan Hidup


Kualitas penduduk antara lain dapat diamati dari angka indeks pembangunan manusia (IPM) dengan parameter: angka harapan hidup,  tingkat  buta huruf, pendidikan yang ditamatkan, dan pendapatan per kapita. Kualitas penduduk Indonesia masih bervariasi antarpropinsi dan masih jauh tertinggal apabila dibandingkan dengan negara Asia Tenggara lain seperti Malaysia dan Thailand.
Kuantitas penduduk dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk. Meskipun laju pertumbuhan penduduk Indonesia menurun menjadi 1,56 persen, namun jumlah penduduk Indonesia pada awal tahun 2000 diperkirakan telah mencapai 209,5 juta orang yang terdiri dari laki-laki 104,3 juta dan perempuan 105,3 juta. Salah satu penyebab masih cukup tingginya laju pertumbuhan penduduk adalah masih relatif tingginya angka kelahiran total (TFR). Angka kelahiran total (TFR) Indonesia dewasa ini adalah 2,56 per perempuan, dan cukup bervariasi baik antardaerah maupun antarpropinsi.
Persebaran penduduk Indonesia juga masih belum merata. Sebagian besar penduduk terkonsentrasi di Pulau Jawa (58 persen). Hal ini berakibat pada perbedaan kepadatan penduduk yang sangat mencolok di beberapa propinsi seperti DKI Jakarta dengan 14,5 ribu penduduk per km2, sedangkan di Irian Jaya hanya 5 penduduk per km2. Dampak dari persebaran yang tidak seimbang ini antara lain adalah sulitnya pelaksanaan program pembangunan yang lebih merata dan memperberat daya tampung lingkungan. Sementara itu, mobilitas penduduk di Indonesia juga belum mampu memperbaiki pemerataan persebaran penduduk antarwilayah. Mobilitas penduduk yang menonjol akhir-akhir ini lebih bersifat mobilitas dengan motif terpaksa sebagai akibat terjadinya kerusuhan sosial di berbagai wilayah.  
Perumusan kebijakan kependudukan memerlukan data dan informasi yang akurat. Namun demikian data dan informasi kependudukan yang tersedia saat ini  masih terbatas sampai dengan tingkat kabupaten dan propinsi. Hal ini berkaitan dengan belum terselenggaranya registrasi dan administrasi kependudukan yang terintegrasi secara nasional.
Krisis ekonomi yang terjadi baru-baru ini berdampak pada meningkatnya angka pengangguran dan membengkaknya jumlah penduduk miskin. Salah satu akibatnya adalah terjadinya penurunan derajat kesehatan dan gizi masyarakat. Gejala itu tampak pada timbulnya berbagai kasus gizi buruk pada kelompok umur bawah lima tahun yang dapat mengakibatkan turunnya kualitas generasi mendatang.
Derajat kesehatan antara lain dapat diamati dari beberapa indikator seperti angka harapan hidup (AHH), angka kematian bayi (AKB), angka kematian balita (AKABA) dan angka kematian ibu (AKI) waktu melahirkan. Indikator AHH waktu lahir penduduk Indonesia tercatat 66 tahun (Inkesra, 1999). Rendahnya AHH tersebut erat kaitannya dengan masih tingginya indikator AKB yaitu sebesar 46 per 1000 kelahiran hidup (Inkesra, 1999). Pada indikator AKB di Indonesia terdapat perbedaan antar propinsi yang cukup mencolok. Beberapa propinsi telah jauh melampaui target nasional, seperti D.I. Yogyakarta (18 per 1.000 kelahiran hidup) dan DKI Jakarta (24 per 1000 kelahiran hidup). Sedangkan beberapa propinsi lainnya masih jauh ketinggalan antara lain Nusa Tenggara Barat (96 per 1.000 kelahiran hidup) dan Sulawesi Tengah (65 per 1.000 kelahiran hidup). Di samping itu, kematian neonatal yang memberikan kontribusi cukup besar pada AKB belum mendapat perhatian yang memadai. Indikator AKABA tercatat 63 per 1000 kelahiran hidup (Susenas, 1999).
Indikator lain yaitu Angka Kematian Ibu melahirkan (AKI) masih memprihatinkan. Pada tahun 1995 tercatat 373 per 100.000 kelahiran hidup (SKRT, 1995). Tingginya AKI tersebut erat kaitannya dengan kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kesehatan reproduksi dan pemeriksaan kesehatan selama kehamilan. Hal ini tercermin dari masih rendahnya  pertolongan persalinan yang dibantu tenaga kesehatan (46 persen), meskipun pelayanan bidan sudah mencakup hampir seluruh desa.
Status gizi masyarakat dapat diamati dari prevalensi empat masalah gizi utama, yaitu: gizi kurang, anemia gizi besi, gangguan akibat kurang yodium (GAKY), dan kurang vitamin A (KVA). Kelompok umur yang paling rawan menderita gizi kurang adalah 6 - 23 bulan. Prevalensi gizi kurang per propinsi juga menunjukkan adanya kesenjangan antarwilayah, seperti di Aceh tercatat 56,1 persen, Nusa Tenggara Timur 52 persen, dan di DKI hanya 22,1 persen. Disamping itu adanya prevalensi gizi buruk yang meningkat dari 6,3 persen pada tahun 1989 menjadi 8,1 persen pada tahun 1999.  Anemia gizi besi pada ibu hamil pada tahun 1995 tercatat 50,9 persen. Tingginya prevalensi anemia gizi besi pada ibu hamil memberikan kontribusi terhadap masih tingginya AKI. Prevalensi GAKY yang diukur dengan Total Goiter Rate (TGR) menunjukkan penurunan cukup tajam dari 27,7 persen pada tahun 1990 menjadi 9,8 persen pada tahun 1998. Namun demikian prevalensi GAKY di beberapa propinsi masih tinggi seperti Nusa Tenggara Timur, Maluku dan Sulawesi Tenggara berturut-turut sebesar 38,1 persen, 33,3 persen dan 24,9 persen.  Hal ini perlu mendapat perhatian karena di beberapa propinsi tingkat konsumsi garam beryodium ternyata masih rendah. Kebutaan karena KVA sudah tidak merupakan masalah kesehatan masyarakat lagi. Namun masih rendahnya kadar vitamin A dalam darah anak balita saat ini berdampak pada peningkatan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit infeksi terutama campak dan diare. Selain itu KVA pada ibu hamil dan balita cenderung meningkat.   
Rendahnya status gizi masyarakat disebabkan oleh berbagai faktor yang saling berkaitan terutama dipengaruhi oleh ketersediaan pangan di tingkat rumah tangga, kemiskinan, pendidikan dan lingkungan serta budaya yang ada di masyarakat. Pada tahun 1999 tercatat sekitar 8 juta balita menderita gizi kurang, 1,7 juta diantaranya mengalami gizi buruk. Memburuknya status gizi pada kelompok rentan yaitu wanita usia subur, ibu hamil, dan ibu menyusui, mengakibatkan rendahnya tingkat kesehatan  bayi baru lahir. Hal ini diperburuk lagi oleh pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif yang semakin berkurang dan pola pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat, sehingga akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan dan perkembangan intelektual balita. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan intelektual yang terjadi sejak dalam kandungan dan berlanjut pada usia balita akan mengancam kualitas sumberdaya manusia generasi mendatang.
Angka kesakitan beberapa penyakit menular cenderung meningkat, seperti penyakit malaria, tuberculosis (TB), demam berdarah (DBD) dan HIV/AIDS. Akibat dari penyakit TB setiap tahunnya tercatat penderita baru sekitar 583 ribu orang dan menyebabkan kematian sekitar 140 ribu  orang. Walaupun berbagai upaya penanggulangan penyakit TB sudah dilakukan tapi hasilnya belum memuaskan. Kasus HIV/AIDS terus menunjukkan peningkatan sejak pertama kali ditemukan (1987) dan pada tahun 1998 tercatat sekitar 120 ribu kasus (0,06 persen dari penduduk). Selain itu, Indonesia perlu mewaspadai timbulnya atau masuknya penyakit-penyakit baru yang berpotensi wabah dan menimbulkan korban seperti Ebola, radang otak, virus Nipah, dan radang paru Nanta virus. Beberapa penyakit degeneratif dan penyakit tidak menular yang berkaitan dengan perubahan gaya hidup juga memperlihatkan kecenderungan meningkat. Saat ini angka kesakitan dan kematian yang disebabkan berbagai penyakit berbasis lingkungan seperti infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), diare, penyakit kulit, dan kecacingan juga masih tinggi.
Diamati pula kecenderungan meningkatnya masalah kecacatan yang disebabkan baik oleh kelahiran, kecelakaan maupun rudapaksa. Kejadian bayi lahir cacat belum mendapat perhatian khusus terutama dalam pelayanan khusus tumbuh kembangnya, sehingga hak-hak untuk hidup mandiri dan berkualitas belum terjamin. Selain itu masalah kesehatan remaja yang makin menonjol seperti penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif (NAPZA), merokok, pergaulan bebas, dan perubahan pola makan terutama di kota besar belum mendapat perhatian khusus. Keadaan ini ditambah dengan melemahnya sistem dukungan masyarakat dalam mencegah dan menanggulangi masalah tersebut.

Pertumbuhan Penduduk dan Kelaparan


Pangan adalah hak azasi manusia yang didasarkan atas 4 (empat) hal berikut:
1.     Universal Declaration of Human Right (1948) dan The International Covenant on Economic, Social, and Cultural Rights (1966) yang menyebutkan bahwa “everyone should have an adequate standard of living, including adequate food, cloothing, and housing and that the fundamental right to freedom from hunger and malnutrition”.
2.     Rome Declaration on World Food Security and World Food Summit 1996 yang ditanda tangani oleh 112 kepala negara atau penjabat tinggi dari 186 negara peserta, dimana Indonesia menjadi salah satu di antara penandatangannya. Isinya adalah pemberian tekanan pada human right to adequate food (hak atas pemenuhan kebutuhan pangan secara cukup), dan perlunya aksi bersama antar negara untuk mengurangi kelaparan.
3.     Millenium Development Goals (MDGs) menegaskan bahwa tahun 2015 setiap negara termasuk Indonesia menyepakati menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuhnya.
4.     Hari Pangan Sedunia tahun 2007 menekankan pentingnya pemenuhan Hak Atas Pangan. 

Maka jika membahas tentang tingkat kelaparan dan gizi buruk, tentu tak bisa lepas dari angka pertumbuhan penduduk dan akibatnya pada stock produksi pangan [dunia]. Laju pertumbuhan penduduk memberikan dampak secara langsung yaitu meningkatnya  (demand) konsumsi bahan pangan dan dampak tidak langsung yakni bertambahnya kebutuhan pemukiman yang otomatis akan mengubah lahan pertanian untuk dijadikan tempat tinggal. Secara lebih sederhana, sebab dan akibat tersebut seperti multiple efect yang tak terpisahkan. Pertambahan penduduk membutuhkan papan dan pangan, sedang produksi pangan juga sangat tergantung oleh lahan yang saat ini juga mengalami penyempitan karena alih fungsi untuk pemukiman. Krisis pangan sekarang dan di masa mendatang bukan hanya masalah kronis negara-negara miskin, tetapi juga akan jadi masalah serius bagi negara-negara maju dari semua belahan benua. Tanda-tanda dunia mengalami kekurangan pangan terlihat dari ketidakseimbangan jumlah penduduk dunia dengan produksi pangan global dimana asumsi jumlah penduduk dunia bisa mencapai 9 miliar pada tahun 2045. Kondisi demografi ini membutuhkan produksi pangan dunia yang harusnya naik 70 persen dari produksi saat ini.


Akan tetapi, target produksi pangan yang sedemikian besar terkendala oleh faktor bencana alam, fluktuasi iklim yang semakin tidak menentu, krisis energi, krisis ekonomi dan krisis politik ( yang berdampak pada mahalnya harga pupuk dan obat) serta pola penanaman yang menggunakan bahan-bahan kimia mengakibatkan penurunan tingkat kesuburan tanah dalam jangka panjang yang semua itu merupakan penghalang significant terhadap peningkatan produksi pangan. Kondisi tersebut masih ditambah lagi dengan menyempitnya lahan pertanian  karena pergerakan alih fungsi untuk pemukiman (sebagai konsekuensi lain dari pertumbuhan jumlah penduduk juga) yang juga merupakan penyebab yang cukup kritis untuk dicermati. Laju penurunan lahan pertanian di Indonesia  setiap tahunnya mencapai sekitar 2,8 juta hektar/tahun dan tingkat alih fungsi lahan pun terus meningkat setiap tahunnya sekitar 110.000 hektar/tahun (Data Kementerian Pertanian, 2011).


Pertanian, secara khusus dalam komoditi padi merupakan sektor yang penting dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dunia. Bersama Filipina dan Malaysia, Indonesia disiapkan menjadi lumbung pangan di ASEAN yang diharapkan bisa bersama-sama mendukung Jepang, China, dan Korea Selatan untuk menjadi solusi dari masalah [krisis] pangan dunia. Untuk mencapai target menjadi food basket tersebut, tentu dibutuhkan pengembangan teknologi yang support terhadap produksi pertanian, anggaran yang memadai, dan peran aktif semua elemen masyarakat, terutama terkait dengan berkurangnya lahan pertanian akibat konversi lahan pertanian menjadi pemukiman atau area industri.

Masalah tersebut berakar pada masalah ketersediaan, distribusi, keterjangkauan pangan, kemiskinan, pendidikan dan pengetahuan serta perilaku masyarakat. Selain itu, jumlah penduduk Indonesia yang besar dan tersebar dalam berbagai wilayah memerlukan penanganan ketahanan pangan yang terpadu dan terintegrasi. Penanganan ketahanan pangan yang dimaksud memerlukan perencanaan lintas sektor dan dengan sasaran serta tahapan yang jelas dan terukur dalam jangka menengah maupun panjang. 

Kemiskinan dan Kelaparan


          Berbicara tentang kemiskinan, pada dasarnya dapat didefinisikan secara sederhana maupun dalam arti luas.Dalam pengertian yang sederhana kemiskinan dapat diterangkan sebagai kurangnya pemilikan materi atau ketidakcukupan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Sementara itu dalam arti yang lebih luas kemiskinan dapat meliputi ketidakcukupan yang lain seperti : rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya kesempatan kerja dan berusaha, keterbatasan akses terhadap berbagai hal, dan lain-lain.

 Dimensi kemiskinan, secara dinamis me-ngalami perubahan dengan mempertimbangkan aspek nonekonomi masyarakat miskin. Sedikitnya terdapat sembilan dimensi kemiskinan yang perlu dipertimbangkan, yaitu :
(a) ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar (papan, sandang, dan peru-mahan);
(b) aksessibilitas ekonomi yang rendah terhadap kebutuhan dasar lainnya (kesehatan, pendidikan, sanitasi yang baik, air bersih, dan transportasi);
(c) lemahnya kemampuan untuk melakukan akumulasi kapital;
(d) rentan terhadap goncangan faktor eksternal yang bersifat individual maupun massal;
(e) rendahnya kualitas sumber daya manusia dan penguasaan sumber daya alam;
(f) ketidakterlibatan dalam kegiatan sosial kemasyarakatan;
 (g) terbatasnya akses terhadap kesempatan kerja secara berkelanjutan;
 (h) ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun mental; dan
 (i) mengalami ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial.
Karakteristik penduduk miskin secara lebih spesifik, di antaranya dicirikan oleh beberapa hal sebagai berikut :
(a) masyarakat miskin sebagian besar tinggal di pedesaan dengan mata pencaharian dominan berusaha sendiri di sektor pertanian (60,0 %);
 (b) sebagian besar (60 %) penduduk berpenghasilan rendah mengkonsumsi energi kurang dari 2.100 kkal/ hari;
(c) berdasarkan indikator silang proporsi pengeluaran pangan (> 60 %) dan kecukupan gizi (energi < 80%), diperoleh proporsi rumah tangga rawan pangan nasional mencapai sekitar 30,0 %; dan
(d) penduduk miskin dengan tingkat SDM yang rendah, umumnya tinggal di wilayah dengan karakteristik marjinal, dukungan infrastruktur terbatas, dan tingkat adopsi teknologi rendah.
 Kelaparan didefinisikan sebagai kondisi hasil dari kurangnya konsumsi pangan kronik.Dalam jangka panjang, kelaparan kronis berakibat buruk pada derajat kesehatan masyarakat dan menyebabkan tingginya pengeluaran masyarakat untuk kesehatan.

BAB II

Ilmu Teknologi dan Pengetahuan Lingkungan


Keberlanjutan Pembangunan


          Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan masa kini tanpa harus mengurangi kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan dari generasi yang akan datang. Pembangunan berkelanjutan harus memerhatikan pemanfaatan lingkungan hidup dan kelestarian lingkungannya agar kualitas lingkungan tetap terjaga. Kelestaraian lingkungan yang tidak terjaga, akan menyebabkan daya dukung lingkungan berkurang, atau bahkan akan hilang.


Pembangunan berkelanjutan mengandung arti sudah tercapainya keadilan sosial dari generasi ke generasi. Dilihat dari pengertian lainnya, pembangunan berkelanjutan sebagai pembangunan nasional yang melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem.


Pelaksanaan pembangunan berkelanjutan telah diperkuat oleh kesepakatan para pemimpin bangsa, antara lain dalam Deklarasi Rio pada KTT Bumi tahun 1992, Deklarasi Millenium PBB tahun 2000, dan Deklarasi Johannesburg pada KTT Bumi tahun 2002.

          Ciri-ciri Pembangunan Berkelanjutan


Pembangunan yang berkelanjutan harus mencerminkan tindakan yang mampu melestarikan lingkungan alamnya. Pembangunan berkelanjutan mempunyai ciri-ciri sebagai berkut.


1.     Memberi kemungkinan pada kelangsungan hidup dengan jalan melestarikan fungsi dan kemampuan ekosistem yang mendukungan, baik secara langsung maupun tidak langsung.
2.     Memanfaatkan sumber daya alam dengan memanfaatkan teknologi yang tidak merusak lingkungan.
3.     Memberikan kesempatan kepada sektor dan kegiatan lainnya untuk berkembang bersama-sama di setiap daerah, baik dalam kurun waktu yang sama maupun kurun waktu yang berbeda secara berkesinambungan.
4.     Meningkatkan dan melestarikan kemampuan dan fungsi ekosistem untuk memasok, melindungi, serta mendukung sumber alam bagi kehidupan secara berkesinambungan.
5.     Menggunakan prosedur dan tata cara yang memerhatikan kelestarian fungsi dan kemampuan ekosistem untuk mendukung kehidupan, baik masa kini maupun masa yang akan datang.




Menteri Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990), mennariskan kebijakan lingkungan dalam kaitanna dengan pembangunan yang berklanjutan sebagai berikut.


1.     Mengingat kembali pertumbuhan. Pertumbuhan yang dimaksud adalah pertumbuhan ekonomi, yang mempunyai kaitan langsung dengan kesejahteraan masyarakat. Indikator untuk mengetahui kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari pendapatan per kapitanya. Negara yang sedang berkembang pertumbuhan miimum dari pendapatan nasional 5% per tahun.
2.     Mengubah kualitas pertumbuhan yang berhubungan dengan tindakan pelestarian sumber daya alam, perbaikan pemerataan pendapatan, dan ketahanan terhadap berbagai krisis ekonomi.
3.     Memenuhi kebutuhan dasar manusia, anara lain pangan, papan, sandang, energi, air, dan sanitasi harus dapat memenuhi standar minimum bagi golongan ekonomi lemah.
4.     Memastikan tercapainya jumlah penduduk yang berkelanjutan. Jumlah penduduk yang mampu mendukung pembangunan berkelanjutan adalah penduduk yang stabil dan sesuai dengan daya dukung lingkungan. Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi (>2% per tahun), seperti yang terjadi di negara-negara sedang berkembang perlu ada penurunan penduduk menuju tingkat pertumbuhan 0% (zero population growth).
5.     Menjaga kelestarian dan meningkatkan sumber daya dengan penciptaan dan perluasan lapangan kerja, pelestarian, dan penggunaan energi secara efisien, pencegahan pencermaran (air dan udara) sedini mungkin.
6.     Berorientasi pada teknologi dalam pengelolaan resiko, antara lain penciptaan inovasi teknologi dan penggunaan teknologi yang ramah lingkungan.
7.     Menggabungkan kepentingan lingkungan dan ekonomi dalam pengambilan keputusan. Misalnya, kebijakan efisiensi penggunaan energi dengan biaya produksi minimal dapat menggunakan energi semaksimal mungkin.

Mutu Lingkungan Hidup dengan Resiko


          Dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2009 dalam pasal 13 tercantum bahwa pengedalian pencemaran dan /atau kerusakan lingkungan hidup dilaksanakan dalam rangka pelestarian fungsi lingkungan hidup. Pengedalian pecemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup ini terdiri dari 3 hal yaitu : pencegahan,penanggulangan dan pemulihan lingkungan hidup dengan menerapkan berbagai instrument-instrument yaitu : Kajian lingkungan hidup straegis (KLHS); Tata ruang; Baku mutu lingkungan hidup; Kreteria baku mutu kerusakan lingkungan hidup; Amdal; UKL-UPL; perizinan; instrument ekonomi lingkungan hidup; peraturan perundang-undangan berbasis lingkungan hidup; anggaran berbasis lingkungan hidup; Analisis resiko lingkungan hidup; audit lingkungan hidup, dan instrument lain sesuai dnagan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.

 Setiap orang yang melakukan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup wajib melakukan pemulihan fungsi lingkungan dengan melalui antara lain: penghentian sumber pencemaran dan pembersihan unsur pencemar; remediasi; rehabilitasi; restorasi dan/atau cara lain yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengtahuan dan teknologi. Pemeliharan lingkungan hidup dilakukan melalui upaya: konservasi sumber daya alam; pencadangan sumber daya alam; dan/atau pelestarian fungsi atmosfer. Sedangkan konservasi sumber daya adalah perlindungan sumber daya alam; pengawetan sumber daya alam; dan pemanfaatan secara lestari sumber daya alam.

Kesadaran Lingkungan


          Kesadaran tentang lingkungan hidup menyangkut kesadaran akan betapa pentingnya lingkungan hidup dalam menunjang kwalitas hidup sangat di perlukan demi terciptanya lingkungan hidup yang harmonis dan lestari lewat tindakan-tindakan yang positif.

Hasil penelitian teoritik tentang kesadaran lingkungan hidup dari Noelaka (1991), menyatakan bahwa kesdaran adalah keadaan tergugahnya jiwa terhadap sesuatu, dalam hal ini terhadap lingkungan hidup dan terlihat pada perilaku dan tindakan masing-masing individu. Husserl yang dikutip Brauwer (1986), menyatakan bahwa kesadaran adalah pikiran sadar (pengetahuan) yang mengatur akal, hidup wujud yang sadar, bagian dari sikap/perilaku yang di lukiskan sebagai gejala dalam alam dan harus dijelaskan berdasarkan prinsip sebab musabab.

          Daniel Chiras 1985 dan 1991) menyatakan bahwa dasar penyebab kesadaran lingkungan adalah etika lingkungan. Etika lingkungan yang sampai sekarang masih berlaku adalah etika lingkungan yang didasarkan pada sisitem nilai yang mendudukan manusia bukan bagian dari alam tetapi manusia sebagai pengatur dan penakluk alam. Sistem nilai ini timbul dari sifat dasar manusia sebagai makhluk biologis. Setiap makhluk biologis memiliki sifat dasar “biological imperialisme” , sifat yang mau makan untuk hidup bagi dirinya sendiri dan bagi keturunannya sehingga tumbuh menjadi sikap “anthopocentric”, semuannya berpusat pada diri sendir.

Kesadaran Lingkungan menurut M.T Zen (1985) adalah usaha melibatkan setiap warga negara dalam menumbuhkan dan membina kesadaran untuk melestarikan lingkungan berdasarkan tata nilai, yaitu tata nilai pada lingkungan itu sendiri dengan filsafat hidup secara damai dengan alam lingkungannya.

Menurut Emil Salim (1982) Kesadaran Lingkungan adalah upaya untuk menumbuhkan kesadaran agar tidak hanya tahu tentang sampah, pencemaran, penghijauan dan perlindungan satwa langka, tetapi lebih dari pada itu semua membangkitkan kesadaran lingkungan manusia Indonesia khususnya pemuda masa kini untuk mencintai tanah dan air untuk membangun tanah air Indonesia yang adil, makmur serta utuh lestari. Selanjutnya dikatakan bahwa sadar lingkungan ini mendorong pribadi manusia untuk hidup serasi dengan alam dan dengan begitu menumbuhkan rasa religi dan gandrung akan kasih Allah yang sesungguhnya tertulis pada alam dan isi bumi ini.

Menurut Joseph Murphy (1988), Kesadaran ialah siuman atau sadar akan tingkah lakunya yaitu pikaran sadar yang mengatur akal dan dapat menentukan pilihan terhadap yang diingini misalnya bail-buruk, indah-jelek dan sebagainya. Poedjawijatna (1986), menyatakan bahwa kesadaran adalah sadar berdasarkan pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang tergugahnya jiwa terhadap sesuatu, sadar dan tahu itu sama. Selanjutnya dia menyatakan bahwa manusia dinilai oleh manusia lain melalui tindakannya.

Sigmund Freud yang dikutip Monowito (1985), menyatakan bahwa keadaan manusia dalam sadar itu dapat dinamakan kesadaran atau dapat dibalik bahwa kesadaran ialah keadaan manusia dalam sadar/siuman dan manusia dalam sadar itu dapat menginsyafi kesadarannya. Untuk menginsyafi kesadarannya maka pertama ia menyadari diri sendiri dan kedua ia menyadari dunia luar. Selanjutnya ia menyadari ruang dan waktu. Ia menginsyafi dimanakah ia berada di situ..? Kecakapan menyadari ruang dan waktu menyebabkan seseorang berorientasi ke dunia luar, meninjau keadaan di sekitarnya. Adapun manusia dalam sadar itu dapat mempergunakan akal jiwanya apabila ia waras, normal serta jiwanya tidak di pusatkan pada suatu hal yang meliputi seluruh perhatiannya, demikianlah manusia dalam sadar.

Hubungan Lingkungan dengan Pembangunan


          Pembangunan dan lingkungan mempunyai hubungan yang erat saling terkait dan saling mempengaruhi satu sama lain. Pembangunan dalam hal ini berupa kegiatan usaha maupun kegiatan untuk hajat hidup orang banyak, membutuhkan faktor lingkungan baik lingkungan alam maupun lingkungan sosial sebagai unsur produksi baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan alam menjadi pemasok sumberdaya alam yang akan diproses lebih lanjut guna memenuhi kebutuhan manusia, sedangkan lingkungan sosial menyediakan sumberdaya manusia sebagai pelaku pembangunan.

 Sebaliknya lingkungan membutuhkan pembangunan untuk bisa memberikan nilai guna atau manfaat yang dapat diukur secara ekonomi. Demikian pula lingkungan sosial juga membutuhkan pembangunan guna mendapatkan manfaat untuk kehidupan yang lebih baik. Kegiatan pembangunan yang menghasilkan berbagai produk baik barang dan jasa telah memberikan manfaat bagi kesejahteraan, kemudahan, dan kenyamanan bagi kehidupan manusia diberbagai bidang. Namun demikian, dalam kaitan dengan lingkungan alam, ancaman datang dari dua sumber yakni polusi dan deplesi sumberdaya alam. Polusi berkaitan dengan kontaminasi lingkungan oleh industri, sedangkan deplesi sumberdaya alam bersumber dari penggunaan sumbersumber yang terbatas jumlahnya (Hadi dan Samekto, 2007:2).

Pertumbuhan pembangunan di satu sisi akan memberikan kontribusi positif terhadap taraf hidup masyarakat. Namun di sisi lain akan berakibat menurunnya fungsi lingkungan. Alih fungsi lahan untuk pembangunan secara langsung akan mengurangi luas lahan hijau, baik lahan pertanian maupun kawasan hutan yang merupakan penghasil oksigen. Sementara meningkatnya pemakaian bahan bakar fosil sebagai sumber energi justru menyumbang gas karbon yang akhirnya berdampak pada perubahan iklim yang terjadi karena efek rumah kaca. Kontradiksi antara kepentingan pembangunan dan kepentingan pelestarian fungsi lingkungan ini memerlukan upaya dan langkah nyata agar keduanya dapat dilakukan secara seimbang dan harmonis, sesuai amanat pembangunan berkelanjutan yakni pembangunan dengan memperhatikan tiga pilar utama yakni ekonomi, lingkungan, dan sosial.

Pencemaran dan Perusakan Lingkungan Hidup Oleh Pembangunan


          Dalam pembangunan, sumber daya alam merupakan kompnen yang penting karena sumber alam ini memberikan kebutuhan asasi bagi kehidupan. Dalam penggunaan sumber alam tadi, hendaknya keseimbangan ekosistem proyek pembangunan, keseimbangan ini bisa terganggu, yang kadang-kadang bisa membahayakan kehidupan umat. Harus dicari jalan keluar yang saling menguntungkan dalam hubungan timbal balik antara proses pembangunan, penggalian sumber daya, dan masala pengotoran atau perusakan lingkunga hidup manusia. Sebab pada umumnya, proses pembangunan mempunyai akibat-akibat yang lebih luas terhadap lingkungan hidup manusia, baik akibat langsung maupun akibat sampingan seperti pengurangan sumber kekayaan alam secara kuantitatif & kualitatif, pencemaran biologis, pencemaran kimiawi, gangguan fisik dan gangguan sosial budaya.

Kerugian-kerugian dan perubahan-perbahan terhadap lingkungan perlu diperhitungkan, dengan keuntungan yang diperkirakan akan diperoleh dari suatu proyek pembangunan. Itulah sebabnya dala setiap usaha pembangunan, ongkos-ongkos sosial untuk menjaga kelestarian lingkungan perlu diperhitungkan, sedapat mungkin tidak memberatkan kepentingan umum masyarakat sebagai konsumen hasil pembangunan tersebut.

beberapa hal yang dapat dipertimbangkan dalam mengambil keputusan-keputusan demikian, antara lain adalah kualitas dan kuantitas sumber kekayaan alam yang diketahui dan diperlukan; akibat-akibat dari pengambilan sumber kekayaan alam termasuk kekayaan hayati dan habisnya deposito kekayaan alam tersebut. Bagaiaman cara pengelolaannya apakah secara traditional atau memakai teknologi modern, termasuk pembiayaannya dan pengaruh proyek pada lingkungan terhadap memburuknya lingkungan serta kemungkinan menghentikan perusakan lingkungan dan menghitung biaya-biaya serta alternatif lainnya.
Lingkungan Hidup
Hal – hal tersebut di atas hanya merupakan sebagian dari daftar persoalan, atau pertanyaan yang harus dipertimbangkan bertalian dengan setiap proyek pembangunan. Juga sekedar menggambarkan masalah lingkungan yang konkret yang harus dijawab. Setelah ditemukan jawaban yang pasti atas pertanyaan-pertanyaan tadi, maka disusun pedoman-pedoman kerja yang jelas bagi pelbagai kegiatan pebangunan, baik berupa industri atau bidang lain yang memperhatikan faktor perlindungan lingkungan hidup manusia.

Jenis Limbah yang menyebabkan Pencemaran Tanah

Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Pencemaran ini biasanya terjadi karena: kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitas komersial, penggunaan pestisida, masuknya air permukaan tanah tercemar ke dalam lapisan sub-permukaan, zat kimia, atau limbah. air limbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yang langsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat.

Jika suatu zat berbahaya telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya. Pencemaran tanah berawal dari limbah domestik, limbah industri, dan limbah pertanian

Limbah Domestik

Limbah domestik dapat berasal dari daerah pemukiman penduduk. perdagang-an, pasar, tempat usaha hotel dan lain-lain.
“Limbah padat berupa sampah anorganik. Jenis sampah ini tidak bisa misalnyalastik, kaleng minuman, botol plastik air mineral dan lain-lain.”
“Limbah cair berupa sisa diterjen dari rumah, tinja,Oli, dan lain-lain yang meresap ke dalam tanah yang dapat membunuh mikro-organisme di dalam tanah.”

Limbah industri

Limbah Industri berasal dari lingkungan industri yang membuang limbah secara langsung ke tanah tanpa proses penetralan zat-zat kimia terlebih dahulu.
“Limbah Industri bisa berupa limbah padat yang bisa berupa Lumpur yang berasal dari sisa pengolahan misalkan sisa pengolahan kertas, gula, rayon, plywood dan lain-lain”
“Limbah cairan yang berupa hasil pengolahan dari proses produksi industri seperti sisa hasil pengolahan industri pelapisan logam, tembag, perak, khrom, boron adalah zat-zat yang dihasilkan dari proses industri pelapisan logam”.

Limbah Pertanian

Limbah pertanian berasal dari pemberian pupuk petani untuk tanamanya atau racun untuk pembunuh hama. misalnya pupuk urea, Pestisida.Harus dicari jalan keluar yang saling menguntungkan dalam hubungan timbal balik antara proses pembangunan, penggalian sumber daya, dan masala pengotoran atau perusakan lingkunga hidup manusia. Sebab pada umumnya, proses pembangunan mempunyai akibat-akibat yang lebih luas terhadap lingkungan hidup manusia, baik akibat langsung maupun akibat sampingan seperti pengurangan sumber kekayaan alam secara kuantitatif & kualitatif, pencemaran biologis, pencemaran kimiawi, gangguan fisik dan gangguan sosial budaya. Kerugian-kerugian dan perubahan-perbahan terhadap lingkungan perlu diperhitungkan, dengan keuntungan yang diperkirakan akan diperoleh dari suatu proyek pembangunan. Itulah sebabnya dala setiap usaha pembangunan, ongkos-ongkos sosial untuk menjaga kelestarian lingkungan perlu diperhitungkan, sedapat mungkin tidak memberatkan kepentingan umum masyarakat sebagai konsumen hasil pembangunan tersebut.




SUMBER











ejurnal.bppt.go.id/index.php/JTL/article/download/214/162+&cd=39&h