[Akasha
Eterna]
Sebuah
dimensi diantara dimensi lain yang tak terhitung jumlahnya.
Hal
yang dapat diingat dengan mudah dari tempat ini adalah keberadaan dunia, yang
saling berhadap-hadapan dengan posisi bagaikan berhadapan dengan cermin. Dunia
yang sangat kontras antara yang satu dengan lainnya.
Satu
adalah [Akasha], dunia fantasi dimana para dewa, beserta makhluk mitos yang
aneh dan unik tinggal.
Sementara
yang lain disebut [Eterna], dunia tempat para manusia normal tinggal, dengan
teknologi yang tidak jauh berbeda dengan tempat kita sekarang.
Berbagai
macam konflik telah terjadi, membuat kedua dunia ini selalu bermusuhan dan
dilanda perang secara terus menerus. Tapi itu semua terjadi di masa lampau.
Insiden
skala masif yang terjadi sebelumnya membuat kedua dunia ini berdamai.
[Ten
Commandements of Revolution]
Grup
yang terdiri dari sepuluh orang, yang semuanya telah menerima kekuatan dari
dewa yang memihak manusia.
Singkat
cerita, dengan melalui perjalanan yang panjang, grup ini berhasil mencapai
tujuannya: Mengembalikan kedamaian pada kedua dunia. Walaupun seperti yang
orang bijak katakan, tidak ada pencapaian tanpa pengorbanan.
Sembilan
dari sepuluh orang telah menjemput sang kematian.
Yang
terakhir, bisa dilihat keadaannya.
Seorang
pria sedang duduk di sebuah singgasana emas. Rambutnya pirang berponi kebawah,
dengan mata berwarna biru layaknya orang eropa. Bajunya mirip sekali dengan
orang kantoran: Kemeja putih, celana kain hitam, dan sepatu pantofel.
Dipundaknya tersampir sebuah jubah berwarna merah berkilauan, dengan bulu
entah-apa-namanya menghiasi pinggiran jubah. Di tangannya terletak sebuah
tongkat emas, dengan ujung tongkat bertahtakan batu ruby merah berbentuk
lancip.
Ravelt
Tardigarde.
Satu
dan satu-satunya anggota [Ten Commandements of Revolution] yang masih hidup.
Setelah berhasil melanjutkan perjuangan teman seperjuangannya yang sudah tiada,
dia berhasil menyatukan kedua dunia dan menjadi rajanya.
Hari
ini adalah hari penobatannya.
"Ah
tuan, kenapa kau masih disini?"
Ravelt
tertegun sebentar, kemudian menoleh ke arah suara yang memanggilnya.
Dihadapannya sekarang berdiri seorang wanita yang memakai baju zirah hijau
dengan rambut pirang yang tergerai hingga lutut. Matanya yang biru cerah
memandang Ravelt dengan penuh keheranan, kenapa tuannya tidak berada di tempat
yang seharusnya.
"Maaf,
aku sedang memikirkan sesuatu."
"Kalau
ada sesuatu yang mengganggu pikiran tuan, aku, Alice Cradle sang Valkyrie tidak
akan segan untuk menuntaskannya."
"Tidak
perlu repot, dan jangan memanggilku dengan kata "tuan". Kita hanya
berdua disini, jadi tak perlu bersikap formal. Panggil saja diriku seperti dulu
saat kita masih dalam masa perjuangan."
"A-ah..iya,
maaf...sepertinya aku terlalu tegang karena penobatanmu."
"Santai
saja."
"Ini."
Sebuah
gulungan kertas diterima oleh Ravelt dari Alice, yang berisi tulisan yang
ditulis
menggunakan cara abad pertengahan. Tinta kertas dan pena bulu. Sang
raja yang sedang duduk diatas singgasana hanya memasang wajah penuh tanda
tanya.
"Ini...apa?"
"Ini
jadwal acara penobatanmu selama satu minggu ke depan."
"Uhh...Alice?"
"Ya?"
"Jangan
bilang kalau kau tidak menuliskannya dalam bentuk data digital."
"Data
digital? Apa itu?"
"Astaga!
Alice! Komputer!Komputer! Jangan bilang kalau kau tidak tahu cara
memakainya."
"Tapi
aku memang tidak......"
Tanpa
diduga, sebuah kepalan tangan mendarat di atas kepala gadis yang malang itu.
"Hauuu....sakit....."
"Kali
ini kau kuampuni."
"Huh,
raja kejam! Kenapa kau melakukan ini padaku?"
"Karena
aku rajanya. Sekarang, menurut jadwalmu aku harus berada di atas panggung untuk
memberikan kalimat pembuka yang inspiratif sebagai awal terbentuknya aliansi
satu jam lagi, jadi ayo kita pergi."
"Uh,
Kau pasti akan menjadi seorang diktator........"
"Sudahlah,
itu salahmu."
Sang
raja kemudian melangkah dengan cepat, disusul dibelakangnya seorang gadis yang
melangkah dengan segan.